MetroTanah Papua

Diskusi LP3, Siapa Yang Menentukan Masa Depan Papua Barat Daya

×

Diskusi LP3, Siapa Yang Menentukan Masa Depan Papua Barat Daya

Sebarkan artikel ini
LP3 Papua Barat Daya Menggelar Diskusi Publik. [foto: redaksi SR.co]

SORONG, sorongraya.co – Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Pembangunan Papua Barat Daya menggelar Diskusi dengan tema Siapa Yang Menentukan Masa Depan Papua Barat Daya.

Kegiatan yang digelar di Kampus UNAMIN Sorong pada Sabtu pekan lalu, 06 Desember 2025 itu menghadirkan empat pemateri handal dibidangngnya masing-masing.

Keempat pemateri itu adalah Ketua harian Lembaga Masyarakat Adat Papua Barat Daya, Franky Umpain. Ketua Pokja Perempuan Majelis Rakyat Papua Barat Daya, Dorce Kambu. Dosen Politeknik Kelautan dan Perikanan Sorong  Endang Gunaisah, serta Praktisi Hukum Tanah Papua, Leonardus Idjie.

Direktur LP3 Papua Barat Daya, Abdullah Usman Yeubun mengatakan bahwa kegiatan tersebut sebagai “pemantik” dalam menentukan arah pembangunan masa depan papua barat daya.

Tujuan dilaksanakan diskusi publik itu untuk mencapai pemahaman bersama, mengumpulkan beragam perspektif dari berbagai kalangan baik LMA sebagai lembaga kultur, MRP yang merupakan keterwakilan dari otonomi khusus, dari sudut pandang akademisi maupun gagasan dari praktisi hukum di tanah papua.

Kata Abdullah, hasil diskusi antara pemateri dan audiens yang terdiri dari lima kelompok cipayung (HMI, GMNI, PMII, PMKRI dan GMKI), akan dituangkan dalam sebuah rekomendasi yang nantinya diserahkan kepada DPR, MRP dan Pemerintah Provinsi Papua Barat Daya.

“Hasil diskusi ini akan dibuat sebuah rekomendasi yang nantinya diserahkan kepada DPR Provinsi, MRP maupun Pemerintah Provinsi Papua Barat Daya,” tutur Abdullah Yeubun.

Ada beberapa pandangan untuk membangun papua barat daya kedepan. Menurut Dosen Perikanan Sorong Endang Gunaisah bahwa Masa depan Papua Barat Daya tidak dimiliki oleh satu aktor. Hal ini merupakan hasil dari pertemuan potensi alam, kualitas manusia, kebijakan yang tepat, dan kemauan masyarakat untuk berkembang secara bersama.

Dr. Hj. Endangan Gunaisah saat memaparkan materi dalam Diskusi Publik LP3 PBD.

Masa depan PBD kata Endang adalah milik kita semua, dan dibangun oleh langkah-langkah kecil yang diambil pada hari ini.

“Harapan Papua Barat Daya sangat besar, asalkan kita menyiapkan manusianya, membuka akses pendidikan, dan menjadikan pengetahuan, baik tradisional maupun modern, sebagai dasar pembangunan,” tutur Endang saat memaparkan materi pembuka.

Ketua Pokja Perempuan Majelis Rakyat Papua Barat Daya, Dorce Kambu dalam pemaparan materi diskusi menyebutkan bahwa untuk memajukan papua barat daya, membutuhkan peran perempuan, sehingga perempuan tidak dianggap sebelah mata.

Ketua Pokja Perempua MRP PBD, Dorce Kambu, S.Sos saat memaparkan materi dalam Diskusi Publik LP3 PBD.

Menurutnya, kekerasan terhadap perempuan harus dihilangkan, karena perempuanlah yang melahirkan generasi papua untuk menentukan masa depan papua sendiri. Angka kekerasan terhadap perempuan kata Dorce cukup tinggi, bagi dia sudah saatnya perempuan mempunyai porsi yang setara dengan kaum pria.

“Salah satu langkah untuk memajukan papua barat daya maka kekerasan terhadap perempuan harus dihilangkan, tindak tegas oknum yang melecehkan derajat perempuan, selain itu sudah saatnya perempuan mempunyai porsi yang setara dengan lelaki, jadi bukan lagi 30-70 melainkan, porsi perempuan 50% dan lelaki 50%,” pungkasnya.

Ketua harian LMA Papua Barat Daya, Franky Umpain mengatakan untuk membangun papua barat daya membutuhkan kolaborasi dari berbagai aspek, sebab provinsi terakhit di Indonesia ini  lahir karena adanya Undang-undang otonomi khusus atau Otsus.

Ketua harian LMA Papua Barat Daya, Franky Umpain saat memaparkan materi dalam Diskusi LP3 PBD.

“Papua barat Daya di bangun bukan hanya satu orang, melainkan membutuhkan kolaborasi. Maka dibutuhkan tawaran solusi dari masyarakat adalah adanya Perdasus untuk melindungi masyarakat hukum adat,” tutur Franky.

Sedikit berbeda pandangan dengan tiga pemateri lainnya, menurut Praktisi Hukum Tanah Papua, Leonardus Idjie bahwa derita yang dirasakan rakyat papua terlalu dalam bahkan belum sembuh. Sebelum membahas masa depan papua lebih jauh, Leo mengaku ada sejarah yang perlu diluruskan lebih dulu, seperti sejarah tentang bergabungnya papua ke Indonesia.

“Ada dua Pandangan dalam sejarah papua. Integrasi dan aneksasi. Untuk berbicara papua lebih jauh, maka luruskan dulu sejarah papua,” tutur Leo dalam forum diskusi.

Ia menegaskan bahwa Papua sudah merdeka sejak 1961. Maka Penentu Pendapat Rakyat atau Pepera yang dilakukan saat itu (02 Agustus 1969) bukanlah representative dari orang asli papua. Oleh Sebeb itu Leo berharap perlu adanya pelurusan sejarah mengenai tanah papua.

Example 120x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.