SORONG, sorongraya.co– Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPR Kota Sorong tengah mengusulkan revisi penetapan Hari Ulang Tahun (HUT) Kota Sorong.
Saat ini, HUT Kota Sorong diperingati setiap 28 Februari dengan usia yang baru mencapai 25 tahun. Namun, berdasarkan kajian sejarah, Kota Sorong diyakini telah berdiri jauh sebelum Indonesia merdeka.
Ketua Bapemperda DPR Kota Sorong, Derek F. Wamea, menyampaikan bahwa inisiatif ini telah dibahas dalam berbagai diskusi, baik di internal DPR maupun dengan tokoh-tokoh adat Moi dan Walikota Sorong yang baru terpilih. Menurutnya, perlu ada kesepahaman bersama untuk merumuskan penetapan ulang tahun Kota Sorong ke dalam peraturan daerah (Perda).
“Penting untuk kita menetapkan HUT Kota Sorong dengan landasan historis yang sesungguhnya. Kami di Bapemperda siap mendukung, termasuk dalam penyusunan naskah akademik,” ujar Derek Wamea, Selasa (04/03/2025).
Wamea menjelaskan bahwa dari sisi historis, Kota Sorong sebenarnya sudah ada sejak zaman kolonial Belanda. Pemerintahan Belanda bahkan telah menempatkan seorang Hoofd Van Plaaslijk Bestuur (setingkat kepala distrik saat ini) di Pulau Doom sejak tahun 1933.
“Kalau kita merujuk dari tahun 1933, berarti usia Kota Sorong sudah 92 tahun, bahkan bisa lebih dari 100 tahun. Oleh karena itu, perlu kajian akademis dan legal standing yang jelas agar HUT Kota Sorong mencerminkan sejarah yang sebenarnya,” jelasnya.
Untuk memperkuat kajian ini, Bapemperda berencana membentuk tim pencari fakta yang akan bekerja mengumpulkan data sejarah. Tim ini nantinya akan mendapatkan Surat Keputusan (SK) dari Walikota Sorong dan bertugas menyusun naskah akademik sebagai dasar hukum revisi HUT Kota Sorong.
Sebagai perbandingan, Wamea mencontohkan penetapan usia Kota Jakarta dan Jayapura yang sudah mencapai 400 tahun dan 100 tahun. Padahal, Indonesia sendiri baru berusia 79 tahun sejak merdeka.
“Penetapan HUT kota bukan hanya berdasarkan administrasi, tetapi juga harus mempertimbangkan fakta sejarah. Ini bisa menjadi identitas dan kebanggaan daerah,” tambahnya.
Wamea menekankan bahwa revisi usia Kota Sorong dapat memberikan dampak psikologis dan budaya bagi masyarakat. Dengan usia yang lebih tua, diharapkan pola pikir warga juga berkembang lebih dewasa dalam hal pembangunan dan kesejahteraan kota.
“Jika Sorong sudah berusia 100 tahun, maka mindset kita harus lebih matang. Kita harus lebih dewasa dalam bertindak, menyelesaikan masalah sosial, dan membangun kota yang lebih baik,”ujarnya.
Bapemperda menargetkan naskah akademik dapat diselesaikan pada April 2025, sehingga pembahasan Perda dapat segera dilakukan. Dengan revisi ini, Kota Sorong diharapkan memiliki identitas sejarah yang kuat dan menjadi kebanggaan bagi seluruh masyarakatnya.