BINTUNI, sorongraya.co – Pertemuan tapal batas wilayah adat Tiga suku yang rencananya akan digelar di Manokwari, masyarakat Irarutu dan Sumuri meminta penyelesaian tanah adat laksanakan di Aroba dengan 10 pernyataan sikap. Bintuni, Minggu 27/18
Sebastian Sefire, yang mewakili masyarakat adat suku Sumuri dan Irarutu, dalam pembacaan sepuluh (10) pernyataan sikap dihadapan Bupati Teluk Bintuni, Kapolres, Kejari Bintuni dan Staf Ahli Bidang Pemerintahan dan Otonomi Khusus Papua Barat agar segera ditindaklanjuti oleh Gubernur Papua Barat
Sepuluh Pernyataan Sikap
1. Pertemuan yang dilaksanakan di Bomberai, ”gagal” karena dimonopoli oleh pemerintah Kabupaten Fak-fak dalam hal ini Bupati, kami menganggap tempat pertemuan tidak layak karena dalam pertemuan tersebut kami perwakilan masyarakat Sumuri dan Irarutu dibatasi.
2. Kami masyarakat adat suku Sumuri dan Irarutu meminta penyelesaian tidak dilaksanakan di Provinsi tapi di atas tanah adat (Distrik Aroba) dalam waktu 30 hari sejak tanggal 25 Agustus 2018, yang merupakan pemberian limit penyelesaian dari Pemerintah Pusat dari tanggal 25 Agustus 2018.
3. Kami masyarakat Irarutu dan Sumuri menegaskan kepada pemerintah Teluk Bintuni, apabila penyelesaian lewat dari waktu yang ditentukan maka, kami masyarakat adat suku Irarutu dan Sumuri akan melakukan aksi besar-besaran di Wilayah Sengketa.
4. Kami masyarakat adat suku Irarutu dan Sumuri meminta jaminan keamanan dari Kapolres Teluk Bintuni dan Kabupaten Fak-fak untuk masyarakat adat suku Aroba, Fafurwar dan Sumuri.
5. Agenda pertemuan hanya khusus membahas penyelesaian wilayah tapal batas tanah adat, bukan tapal batas pemerintahan.
6. Kami masyarakat adat Suku Irarutu dan Sumur minta pertemuan di Aroba yang merupakan pertemuan terakhir dan menghasilkan keputusan pengakuan tapal batas tanah adat antara suku (Irarutu, Sumuri dan Mbahama Matta).
7. Kami masyarakat adat suku Irarutu dan Sumuri minta dalam pengesahan tanah adat (tiga suku) agar menghadirkan semua masyarakat adat yang berada di wilayah pemerintahan Kabupaten Teluk Bintuni.
8. Kami masyarakat adat suku Irarutu dan Sumuri minta pertemuan di Distrik Aroba nanti sebagai pendengar adalah Ketua MRP Papua Barat, Lembaga Adat dari Kabupaten tetangga (Raja Namatota dan Raja Kaimana) Komisi serta Dewan adat wilayah III.
9. Kami masyarakat adat suku Irarutu dan Sumuri menegaskan bahwa pada proses penyelesaian, Bupati Fak-fak dan Bupati Teluk Bintuni hanya hadir sebagai pendengar, tidak lebih.
10. Kami masyarakat adat suku Irarutu dan Sumuri minta agar dalam pertemuan terakhir juga belum ada pengakuan antara suku Irarutu, Sumuri dan Mbham Matta maka solusi terakhir yang diambil adalah proses sumpah adat di wilayah sengketa.
Demikian Pernyataan sikap dibacakan dan langsung diserahkan oleh Ketua LMA kepada Bupati Bintuni dan lanjutkan diserahkan kepada Staf Ahli Gubernur Bidang Perekonomian dan Otonomi
Menangapi pernyataan tersebut, Bupati Kabupaten Teluk Bintuni, Ir.Petrus Kasihiw.MT mengatakan, pertemuan penyelesaian tapal batas tanah adat tiga suku baru membahas pernyataan sikap, sehingga belum ke batas tanah adat yang artinya, suku Sumuri dan Irarutu sudah memaafkan tapi harus ada symbol symbol adat yang dibuat
“contohnya, kalau sudah ditaruh piring adat, masa mau rebut lagi, yang jelas harus ada damai di hati, baru kita bicarakan persoalan batas tanah adat” ujar Bupati
Menurut Bupati, Dalam pertemuan di Aroba, pihaknya akan menerima berapapun banyaknya suku Mbham Matta dari Kabupaten Fak-fak yang akan hadir dan akan dilayani dengan baik
“kalau mereka datang bawa piring sebagai permohonan maaf, maka kita juga siapkan piring untuk berikan ke mereka,” pungkasnya
Senada disampaikan Staf Ahli Gubernur Provinsi Papua Barat Bidang Pemerintahan dan Otonomi Khusus, Roby Rumbekwam,SH,MH mengatakan, Apa yang sudah disampaikan oleh masyarakat, akan disampaikan kepada Gubernur Papua Barat sesampainya di Manokwari. Pungkasnya [red]