SORONG,sorongraya.co- Untuk kesekian kalinya sidang lanjutan kasus dugaan ilegal loging dengan terdakwa Felix Wiliyanto ditunda hingga Selasa pekan depan. Padahal, sidang yang dipimpin Wellem Marco Erat, yang seharusnya digelar Rabu (02/12/2020) mengagendakan pembacaan Surat Tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum.
Terkait penundaan sidang, Penasihat Hukum terdakwa Felix Wiliyanto, Andi Tenri Muri sangat menyayangkan hal itu.
Tenri melalui pesan singkat WA menyampaikan kekecewannya terhadap sikap Jaksa Penuntut Umum, yang terkesan mengulur-ngulur waktu persidangan. Apalagi sebentar lagi mau berganti tahun baru,” ujarnya.
Sementara itu, Jaksa Penuntut Umum, Alwin Michel Rambi saat dikonfirmasi membenarkan perihal penundaan sidang.
Pihaknya masih menunggu petunjuk dari Kejaksaan Tinggi Papua Barat,” ucapnya singkat melalui pesan WA.
Diberitakan sebelumnya, dalam sidang lanjutan dengan agenda pemeriksaan terdakwa, Felix Wiliyanto menerangkan penangkapan yang dilakukan Tim Gakkum KLHK Provinsi Papua Barat pada saat pemuatan kayu di Kampung Klawal ditangkap oleh Tim Gakkum KLHK.
Informasi penangkapan disampaikan oleh Haji Nurdin, koordinator lapangan PT Bangun Cipta Mandiri kepada terdakwa.
Perkubiknya 3,8 juta rupiah, yang dibayarkan oleh PT BCM. Yang mana memiliki izin dari Dinas Kehutanan dan Perkebunan Provinsi Papua Barat. Kayu yang diangkut merupakan kayu stok opname.
Izin tahun 2019-2020 tidak ada, hanya stok opname. Dan mengenai dokumennya sudah saya stunjukan kepada Tim Gakkum KLHK Papua Barat.
Felix mengaku, saya mendapat izin tahun 2012, sedangkan wilayah yang menjadi lokasi pengangkutan kayu ditetapkan sebagai hutan konservasi pada tahun 2014.
Sebelum mengolah kayu, kami telah lebih dulu mendapatkan dokumen SKB, dan semua perizinan mengenai pengolahan kayu sudah kami tunjukan kepada dinas terkait.
Yang menerbitkan nota angkut adalah skiller dari perusahaan PT BCM. Penerbitan nota angkut keluar sebelum kayu dibawa ke industri.
Kayu yang kami olah merupakan kayu bekas perusahaan lain yang dikembalikan oleh pemerintah kepada masyarakat adat. Kayu-kayu tersebut merupakan kayu rebahan, yang dapat dibuktikan dengan foto maupun dokumen perizinan dari Dishutbun dan rekomendasi Gubernur Papua Barat.
Yang kami tahu wilayah tersebut merupakan hutan Cagar Alam. Hanya saja kami telah mendapatkan verifikasi izin dari dishutbun untuk mengolah kayu.
Tahun 2012 saya mendapat izin IPK NPL, sama sekali tidak melakukan penebangan kayu baru. Di tahun 2014 pengolahan kayu dilakukan di dalam kampung, dengan membayar kewajiban kepada negara.(jun)