SORONG,sorongraya.co- Salah satu nasabah perumahan yang turut menjadi korban tipu-tipu ala PT Jaya Molek Perkasa (JMP), Dorsely Putiray mengungkapkan di tahun 2016 dirinya telah menyetorkan dana senilai 75 juta rupiah kepada PT Jaya Molek Perkara (JMP). Namun, sampai saat ini rumah subsidi tipe 36 di Jalan Sapta Taruna yang dijanjikan tak kunjung didapatkan.
Diakui Dorsely, dirinya menyetorkan Done Payment (DP) rumah dua kali. Pertama saya setor 50 juta rupiah, lalu sebulan kemudian saya setor lagi 25 juta rupiah.
Waktu itu, kita datang ke kantor JMP mau akat, tetapi kita tunggu dari pagi sampai sore belum karena banyak nasabah yang akat sehingga kita pulang.
” Malam harinya, anak saya Yessy di jemput di rumah untuk di bawa ke kantor JMP melakukan akat jam 10.00 malam. Itupun, pada saat akat hanya dihadiri orang bank Papua Kumurkek bernama pak Dany Apono. Notaris pun tak ada,” kata Dorsely.
Selang berjalan, lanjut Dorsely, kita mengecek rumah subsidi yang dijanjikan, ternyata pembangunannya baru sebatas pondasi. Sementara rumah yang lainnya, batu bata sudah ada yang naik, bahkan sudah tutup atap.
” Banyak alasan yang disampaikan oleh pihak JMP, seperti tukang berangkat, tukang tidak ada sampai alasan sumur bor. Kita pun sudah bertanya ke bank Papua tetapi tidak ditindaklanjuti juga oleh pihak JMP,” ujar Dorsely
Lebih lanjut dikatakan oleh Dorsely, kesal dengan pihak JMP, saya kemudian datang ke kantor JMP, hanya saja di kantor JMP tersebut menggunakan aparat, menyebabkan saya sedikit takut.
Selanjutnya saya dipanggil ke kantor JMP, waktu itu ibu Linda katakan saya kasih ibu uang 10 juta rupiah asalkan rumah tersebut di jual. Sekian waktu berlalu, setelah rumah di jual ke bapak Sinaga, saya tidak mendapat pengembalian uang seperti yang dijanjikan.
” Karena di kejar-kejar, ibu Linda menjaminkan sebuah mobil ke saya, lucunya BPKB mobil katanya digadaikan ke pegadaian. Tak lama kemudian, ibi Linda telepon saya meminta mobilnya dikembalikan dengan jaminan rumah yang berada di Jalan Konteiner, saya tidak mau karena kondisinya tidak nyaman,” beber Doesely.
Dorsely mengaku, ibu Linda kemudian tawar-menawar dengan saya sembari menawarkan rumah di Averos Km 12 masuk. Di rumah tersebut kita sudah timbun, pasang lampu. Giliran mengecek ke bank Papua, jawabannya ibu Linda tidak boleh oper-oper rumah begitu saja. Jangan sampai, rumah sudah di akat.
” Di pimpong sana-sini, saya pun pasrah. Tapi saya bersyukur sebab mungkin ini jalan Tuhan sehingga saya bisa mengungkapkan cerita ini. Terpenting lagi, lagi kita beli rumah itu dengan uang hasil kerja keras.
Anak dari Dorsely, Yessy menambahkan, pasca tak jadi mendapatkan rumah dari JMP, dirinya hendak membeli rumah subsidi yang ada di jalan Malibela. Akan tetapi developer mengatakan tidak bisa karena sudah di black list.
Makanya, sebagai orang tua Doesely meminta kepada bank Papua untuk mengahapus nama anaknya dari daftar hitam atau black list sebab bukan kami yang menipu bank melainkan developer dalam hal ini JMP lah yang menipu kami.
” Sudah tujuh tahun lamanya masalah ini tidak selesai. Pergumulan kami lakukan untuk mendapatkan uang membeli rumah tersebut,” ujar Dorsely.
Dorsely pun mengajak nasabah yang mengalami permasalahan serupa melapor ke posko pengaduan. Mari kita sama-sama berantas korupsi.
Menanggapi permasalahan yang terjadi Ketua LBH PBHKP Sorong, Loury da Costa menyatakan bahwa pihaknya telah menerima 10 laporan pengaduan. Tidak menutup kemungkinan pengaduan ini akan terus bertambah.
Bahkan Loury menduga bahwa proses akat yang dilakukan oleh sejumlah oknum termasuk pihak bank Papua Kumurkek maupun developer tidak sesuai prosedur.
Dari 375 rumah subsidi, tidak semua yang di bangun hingga selesai. Padahal ini merupakan program pemerintah yang telah di dukungan dengan anggaran senilai 73 miliar.
” Ada permainan nakal dari oknum pegawai bank Papua Kumurkek dan oknum developer,” tegas Loury, kemarin sore di kantor PBHKP.
Loury mengaku saat ini sudah ada 10 pelapor dan saat ini juga kami akan membuka posko pengaduan guna melayani laporan dari korban oknum-oknum nakal yang bermain dalam KPR subsidi ini.
Alumni Yogyakarta ini menilai, apakah pihak bank Papua Kumurkek melakukan verifikasi terhadap warga tidak mampu terkait proses pengajuan kredit rumah subsidi.
Loury mengaku kebanyakan keluhan yang disampaikan nasabah bahwa mereka tidak dapat masuk rumah lantaran proses pembangunan belum selesai.
Terkait nama nasabah yang masuk dalam daftar hitam atau black list merupakan tanggung jawab developer karena ada dasarnya nasabah memiliki itikad baik membayar angsuran kredit.
” Bagaimana mereka mau membayar cicilan jika rumah yang diinginkan tidak seleaai di bangun,” ujar Loury.
Loury pun mengungkapkan bahwa 10 nasabah yang telah melapor, rata-rata telah menyetorkan uang 20 hingga 30 juta kepada pihak developer.