SORONG,sorongraya.co- Setelah perseteruan Jery Waleleng dengan Maryam Manopo berakhir Dengan divonisnya Maryam Manopo 2,5 tahun penjara. Jery Waleleng melalui Kuasa Hukumnya Vecky Nanuru menggugat secara perdata Maryam Manopo di PN Sorong.
Tak hanya itu, mantan Kepala BiN Papua Barat ini pun berseteru dengan Irwan Oswandi terkait tanah seluas 20 hektare yang juga beraflda di jalan Osok.
Kini salah satu pemilik tanah yang telah memiliki pelepasan adat dari Dominggus Osok sejak tahun 1992, Loirensius Bonggoy harus berurusan dengan Jery Waleleng dan koleganya.
Dengan menggunakan orang-orang terdekatnya, termasuk Salmon Osok, adik dari Dominggus Osok, pria asal Merauke ini dengan terpaksa menjual tanah mereka seluas 50×25 meter persegi, seharga 200 juta, yang di bayar empat oleh Jery Waleleng pada tahun 2022.
Loirensius Bonggoy yang ditemui dikediamannya di kilometer 16, Senin, 10 April 2023 bercerita, dia dan istrinya kerapkali didatangi orang-orang Jery Waleleng termasuk Salmon Osok agar menjual tanahnya.
” Tak tahan dengan ulah orang-orang yang katanya “mafia tanah” ini, suami dari Maria Kinogum terpaksa melepas tanah yang menjadi penopang hidup mereka kepada Jery Waleleng,” ujarnya Senin malam.
Tak hanya bercerita, Loirentius Bonggoy juga memperlihatkan sejumlah dokumen pelepasan adat, juga kwitansi pembayaran pelepasan tanah.
Diakui Loirentius, dia dan keluarganya memiliki tanah seluas 10 hektare yang dibeli dari almarhum Dominggus Osok pada 29 Juni 1992, seharga 3 juta rupiah kala itu.
” Hasil dari tanah yang dibelinya itu, saya bersama istri dapat menyekolahkan anak-anaknya di luar daerah. Bahkan ada yang menjadi sarjana hukum,” tuturnya.
Pasangan suami istri yang hanya lulus Sekolah Dasar (SD) ini tak mampu mempertahankan milik mereka. Tanah seluas 50×25 meter persegi yang berada di jalan konteiner Aimas pun dijual lantaran tak tahan kerapkali disatroni orang terdekat Jery Waleleng.
” Sebagai seorang istri, sebenarnya saya ingin mempertanyakan hak milik mereka kepada Salmon Osok dan Jery Waleleng. Meski telah berniat, lelaki bertubuh tambun ini enggan melakukannya dikarenakan aidah tak ingin berurusan dengan mantan anggota BIN karena kmai ini hanyalah orang kecil di mata hukum,” kata Maria Kinogum.
Menanggapi fenomena tersebut, praktisi hukum sekaligus pengacara, Jatir Yuda Marau mengatakan, praktik pengambil alihan tanah yang marak terjadi di. Jalan Osok, konon katanya di lokasi tersebut akan di bangun pusat pemerintahan Provinsi Papua Barat Daya.
Yudha berasumsi, dengan adanya fenomena itu membuat harga tanah di jalan Osok menjadi mahal dan menjadi incaran banyak orang.
Di sisi lain Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Sorong harusnya lebih selektif dalam menyelesaikan sengketa tanah apabila ada pihak yang dalam tanda kutip ingin mengambil alih tanah di situ.
” Jika ada yang melakukan pendaftaran untuk menerbitkan sertifikat tanah, pihak BPN harus pro aktif melakukan pengecekan di lapangan, jangan langsung menyetujui penerbitan sertifikat tanpa mengecek keabsahan pelepasan tanah kepada pihak yang sebenarnya,” ujar Yudha.
” Ketika ada “mafia tanah” sebaiknya Aparat Penegak Hukum (APH) yang memiliki peran dalam melakukan penyelidikan dan penyidikan. Saya tidak dapat berkomentar lebih jauh,” tambahnya
Diketahui bahwa di sepanjang jalan Osok tersebut banyak terlihat tanda merah maupun patok-patok tanah yang menandakan bahwa tanah disitu sudah ada pemiliknya. Padahal kawasan yang menjadi rebutan para makelar tanah ini dulunya merupakan kawasan hutan lindung.
Kini dengan dimekarkannya provinsi PBD, tanah-tanah di situ sudah semakin banyak yang memiliki.