SORONG, sorongraya.co – Pengadilan Negeri Sorong melakukan eksekusi pengosongan Hotel Handayani yang berada di Jalan Nangka, Kelurahan Malawili, Distrik Aimas, Kabupaten Sorong.
Eksekusi yang berlangsung Kamis kemarin 5 April 2018 berlangsung dengan lancar. Meski tidak mendapat perlawanan dari pihak Sri Handayani tetap mendapat pengawalan aparat keamanan Polres Sorong.
Eksekusi yang berlangsung sekitar pukul 11.30 WIT dihadiri kuasa hukum Sri Handayani, Benediktus Jombang, SH., MH, Yesaya Mayor, SH dan Agustinus Jehamin, SH serta kuasa hukum William Tunggawan, Vecky Nanuru, SH dan Charles Litay, SH., MH.
Panitera Pengadilan Negeri Sorong, Abdul Kadir Rumodar, SH disela-sela eksekusi menjelaskan, eksekusi yang dilakaanakan ini berdasarkan penetapan Ketua Pengadilan Negeri Sorong tanggal 21 Maret 2018.
Obyeknya pengosongan hotel yang berdiri diatas tanah seluas 2.500 meter persegi yang merupakan agunan di bank BRI. Ini merupakan eksekusi atas pemenang lelang William Tunggawan senilai Rp 2.777.000.000.
“Kami hanya melakukan eksekusi, tidak ada kaitannya dengan proses lelang yang dilakukan oleh BRI dan kantor KPKNL. Karena pemilik lama enggan keluar dari hotel makanya pemenang lelang William Tunggawan memohon ke Pengadilan Negeri Sorong untuk eksekusi,” tutur Abdul Kadir Rumodar.
Menurut Abdul Kadir Rumodar, secara prosedural sudah dilakukan dipengadilan Negeri Sorong dan seminggu sebelum eksekusi dilaksanakan pra eksekusi surat pemberitahuan kepada pemilik hotel yang lama ibu Sri Handayani telah disampaikan.
Sementara itu, kuasa hukum Sri Handayani, Benesiktus Jombang, SH., MH menilai eksekusi yang dilakukan Pengadilan Negeri Sorong cacat hukum. Sebab, beberapa hari lalu pihaknya telah mengajukan perlawanan dan saat ini masih dalam tahap mediasi, namun anehnya eksekusi tetap berjalan.
Benediktus mengakui bahwa bangunan hotel ini ditahunkan ke bank BRI, tetapi tidak dengan bangunan aulanya. “Saya melihat ada mekanisme hukum yang dilakukan tidak benar. Selama proses lelang klien kami tidak dilibatkan oleh terlawan I bank BRI, terlawan II KPKNL dan terlawan III William Tunggawan,” ujar Benediktus Jombang.
Dia menambahkan, tim aprasial yang bertugas menilai Nilai Jual Objek Pajak atas hotel Handayani dari internal bank BRI bukan independen. Pertanyaannya apakah tim ini memiliki sertifikasi. Pembentukan tim aprasial harus berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak.
Lebih lanjut kata Jombang lelang itu harus diumumkan terbuka di media massa dua kali selama dua bulan. Yang terjadi sama sekali tidak diumumkan. Karenanya eksekusi ini cacat hukum.
Jombang menguaraikan, klien kami mendapat pinjaman kredit di bank sebesar Rp 1,5 miliar dimana pembayarannya bertahap sejak tahun 2009 hingga 2014.
Sejak terima kredit ibu Sri Handayani juga telah membayar cicilan sebeaar 33 juta hinga tahun 2014. Setelah tahun 2015 hingga 2016 cicilan masih dibayar, hanya saja tidak sesuai dengan perjanjian di bank.
Awal tahun 2017 tidak lagi membayar cicilan sebab bank BRI menyatakan ada pemenang lelang. “Selaku kuasa hukum Sri Handayani saya bertemu dengan pemenang lelang William Tunggawan mengatakan prosedur lelang yang dibuat tidak benar, seolah-olah ada kompromi,” kata Jombang.
Dalam gugatan perlawanan pihaknya minta kepada ketua Pengadilan Negeri Sorong untuk menunda eksekusi hingga gugatan perlawanan selesai, namun hal itu tidak diindahkan. “Inikan sama artinya pelecehan terhadap hukum,” ujarnya. [jun]