SORONG, sorongraya.co – Kejaksaan Negeri Sorong memastikan pekan depan melimpahkan berkas perkara Pungutan Liar (Pungli) yang terjadi di kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Raja Ampat ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Manokwari.
Pernyataan ini disampaikan Kepala Seksi Pidana Khusus (KasiPidsus) Kejaksaan Negeri Sorong, Muhammad Setyawan, SH, Jumat 6 April 2018.
Setyawan mengaku jika Kejaksaan Negeri Sorong telah menerima berkas tahap dua pungutan liar dari penyidik Polres Raja Ampat dengan tersangka AH pada 12 Maret 2018 lalu. Pihaknya akan berusaha untuk melimpahkan berkasnya ke Pengadilan Tipikor Manokwari sehingga dapat disidangkan secepatnya.
“Saat ini tersangka tidak kami tahan dikarenakan ada permintaan dari kantornya sebab AH masih dibutuhkan untuk menjalankan tugas-tugas kedinasan. Jadi, saat ini statusnya adalah tahanan kota,” kata Setyawan.
Ditanya seputar kronologis pungli yang dilakukan tersangka, Setyawan menjelaskan sekitar bulan Maret 2015 silam, BS bertemu dengan AH di Waisai guna mengurus sertipikat untuk tiga bidang tanah yang berada di Jalan Km 30.
Saat itu AH meminta dokumen pendukung diantaranya satu lembar foto copi denah tanah dan tiga lembar foto copi pernyataan atas tanah.
Setelah dilakukan pengukuran atas tiga bidang tanah pada bulan Juni 2015, tersangka lalu menghubungi korban BS melalui telepon seluler mengatakan bahwa biaya pembuatan sertipikat sebesar RP 14 juta ditambah uang hari raya Rp 5 juta. “Pada tanggal 14 Juni 2015 tersangka meminta korban mentransfer uang sebesar Rp 19 juta ke rekening tersangka di bank Papua,” pungkasnya.
Lanjut Setyawan, pihaknya telah berupaya agar tersangka mengembalikan uang. Namun, barang bukti berupa uang yang saat ini berada di kantor tersangka nantinya dipakai untuk membayar permohonan ulang pembuatan sertipikat.
Perbuatan AH ini dikenakan pasal 12 huruf e Undang-undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang, Pemberantasan Korupsi dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun denda Rp 1 miliar. [jun]