SORONG,sorongraya.co- Sidang lanjutan dugaan penggelapan uang milik PT PDKA, dengan agenda pemeriksaan saksi di gelar di Pengadilan Negeri Sorong, Rabu (18/08/2021).
Sidang yang dipimpin hakim Muslim Ash Shidiqqi ini seharusnya memeriksa 4 saksi, namun karena majelis hakim masih akan menyidangkan perkara lain, sehingga hanya saksi Eddy Suharto, selaku pimpinan PT PDKA di periksa sebagai saksi di dalam persidangan. Sementara tiga saksi lainnya akan memberikan keterangan pada sidang lanjutan Rabu pekan depan.
Saksi Edi Suharto di dalam peesidangan menerangkan bahwa ada dugaan penggelapan uang operasional milik perusahaan. Berdasarkan hasil audit internal kami ditemukan ada kerugian 9 miliar. Yang mana ditemukan kurang lebih sekitar 80 lembar kwitansi pembayaran.
Saksi yang tak lain adalah bos PT PDKA ini tak menampik bahwa terdakwa Ani Musanadah telah bekerja di perusahaan yang dipimpinya selama kurang lebih 20 tahun. Terdakwa ini bertugas sebagai juru bayar di bagian keuangan,” terangnya.
Lebih lanjut dalam keterangannya, Edi menjelaskan, tanggal 31 Mei 2021 dirinya baru mengetahui bahwa terdakwa Ani Musanada ini melakukan penggelapan uang perusahaan. Uang sebesar Rp 2.280.000.000, yang seharusnya di kirim ke kantor di Surabaya malah tidak dikirimkan.
Setelah dilakukan pengecekan keuangan oleh saudara Danang Kristanto dan Ainur Rofiq menemukan bahwa uang yang berada di brankas telah berkurang.
Terdakwa pun telah saya panggil, lalu memberikan keterangan jika uang perusahaan telah dipinjamkan kepada terdakwa Badrana Saleh. Namun, keterangan yang disampaikan oleh terdakwa Ani Musanadah tidak dapat saya terima. Makanya, saya langsung melaporkan perbuatan terdakwa ke Polres Sorong Kota,” kata Edi dalam persidangan.
Di cecar dengan sejumlah pertanyaan dari majelis hakim terkait audit persuhaan, saksi mengaku, audit perusahaan dilakukan bulan Juni. Audit internal yang kita lakukan menemukan uang sebesar Rp 2.280.000.000 yang di dapat dari penagihan tidak langsung di kirim ke kantor pusat.
Edi pun menjelaskan, proses pengajuan di lakukan terdakwa kepada pimpinan, yang disertai tanda tangan dua orang, termasuk pimpinan perusahaan dan Ainur Rofiq. Dana besar yang keluar seharusnya dipergunakan sebagai operasional kantor. Tapi menurut saksi itu tidak dilakukan oleh terdakwa.
Saksi mengaku bahwa inilah keteledoran dari kami yang terlalu memberikan kepercayaan kepada terdakwa sehingga uang perusahaan banyak yang keluar.
” Ada sebagian barang milik terdakwa Ani Musanadah yang berada di dalam brankas perusahaan yang saat ini masih d amankan oleh penyidik lalu diserahkan kepada perusahaan,” ungkapnya.
” Audit perusahaan sebelum pandemi di lakukan 2 kali, tapi sejak pandemi tidak ada. Karena memang keteledoran staf dan saya selaku pimpinan sehingga terjadi penggelapan uang perusahaan.
Sebelumnya, pihak perusahaan dan keluarga terdakwa bertemu. Terdakwa mengakui kesalahannya. Meski demikian, proses hukum tetap berjalan. Barang-barang milik terdakwa menurut saksi bernilai kisaran 600 juta rupiah. Hingga saat ini barang-barang tersebut masih dalam penguasaan perusahaan,” terang Edi Suharto.