SORONG,sorongraya.co- Penyataan Menteri Investasi yang juga Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia di salah satu media lokal Sorong terkait tak akan digantinya Penjabat Gubernur Papua Barat Daya, Dr. Muhammad Musa”ad ditanggapi oleh Deklarator Pemekaran Provinsi Papua Barat Daya, Andi Asmuruf.
Melalui sambungan telepon langsung dari Jayapura, Deklarator Pemekaran Provinsi Papua Barat Daya, Andi Asmuruf tegaskan bahwa pengangkatan Penjabat Gubernur Papua Barat Daya sebenarnya tidak sesuai dengan amanat Undang-Undang Otonomi Khusus.
Bahkan Deklarator Pemekaran Papua Barat Daya itu mengingatkan bahwa di situ telah terjadi penyelundupan hukum.
Perjuangan pemekaran Provinsi Papua Barat Daya sesuai dengan Pasal 76 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001. Berbeda dengan tiga Provinsi lainnya yang ada di Papua, di bentuk di luar UU Otonomi Khusus.
Andi Aamuruf mengaku, awalnya saat Muhammad Musa’ad dicalonkan jadi Penjabat Gubernur, masyarakat Papua Barat Daya sempat menolaknya sebab tidak sesuai dengan Pasal 12 UU Otonomi Khusus.
Di dalam Pasal 12 UU Otonomi Khusus itu jelas bahwa Gubernur dan Wakil Gubernur adalah Orang Asli Papua (OAP).
” Saya pikir Menteri Bahlil Lahadalia kurang paham tentang isi dari Undang-Undang Otsus,” ujarnya.
Kembali Andi mengingatkan, perjuangan pemekaran provinsi Papua Barat Daya selama 16 tahun. Pemerintah Pusat tak mengeluarkan uang untuk itu.
Di sisi lain, 21 tahun perjalanan Otsus di tanah Papua kurang berhasil. Tata pemerintahan di Papua sampai hari ini tidak berjalan baik.
” Saya menduga telah terjadi penyelundupan hukum,” ucap Andi.
Lebih lanjut Andi mengatakan otonomi khusus bukan datang begitu saja atau di kasih oleh pemerintah pust melainkan perjuangan seluruh masyarakat Papua.
” Sampai hari ini implementasi otonomi khusus tidak berjalan sempurna,” kata alumnus FH Universitas Cokroaminoto Yoguakarta ini.
Andi menekankan belajar dari pengalaman yang ada, jangan lagi selundupkan hukum untuk tempatkan pejabat di Papua Barat Daya.
” Sumber daya Orang Asli Papua sudah siap. Jangan gunakan politik praktis untuk terlantarkan OAP dati sejak tahun 60 an,” ujarnya.
Alumni Pascasarjana Universitas Sultan Hasanuddin itu menilai bahwa Bahlil Lahadalia tak paham hukum. Di Indonesia inikan ada empat daerah yang punya kekususan, yaitu Papua, Aceh, DIY dan Jakarta.
” Kalau dia pintar, kenapa tidak pulang ke daerahnya mekarkan Fakfak jadi provinsi,” tegasnya.
Bahkan Andi mengancam, apabila praktik penyelundupan hukum masih berlangsung di Papua Barat Daya, kami tak segan-segan akan melakukan presire untuk menurunkan pejabat tersebut,” tambahnya.