Hukum & Kriminal

Ini Catatan LP3BH Manokwari Jelang Deklarasi HAM se-Dunia

×

Ini Catatan LP3BH Manokwari Jelang Deklarasi HAM se-Dunia

Sebarkan artikel ini
Ilustrasi
Ilustrasi

MANOKWARI,sorongraya.co– Jelang peringatan 70 tahun Deklarasi Hak Asasi Manusia (HAM) se-Dunia atau the Universal Declaration of Human Rights (UDHR) tepatnya senin 10 Desember 2018 mendatang.

Sebagai salah satu advokat dan pembela Hak Asasi Manusia (HAM) yang pernah meraih Penghargaan Internasional HAM “John Humphrey Freedom Award” tahun 2005 di Montreal-Canada, Yan Christian Warinussy ingin memberi catatan bahwa Pemerintah Indonesia dari waktu ke waktu sepanjang 10 tahun terakhir ini senantiasa melakukan tindakan pelanggaran serius terhadap pemenuhan hak kebebasan berkumpul dan mengeluarkan pendapat secara lisan dan tulisan dari rakyat asli Papua.

“Hal itu tercermin jelas dari dua contoh kasus terakhir, yaitu adanya tindakan Kapolres Merauke yang melakukan penangkapan dan membawa serta meminta keterangan terhadap Agustinus Gebze yang hanya membentangkan pamflet bertuliskan Save Our Soul (SOS) Our Earth di tepi jalan saat Presiden Joko Widodo dan rombongan melintas” tulis Warinussy melalui press releasenya yang diterima media ini, Selasa 20 November 2018

“Kemudian tindakan Kapolresta Jayapura dan jajarannya yang melakukan penangkapan terhadap Markus Haluk (Kepala Kantor Perwakilan United Liberation Movement for West Papua/ULMWP) serta Ketua Komite Nasional Papua Barat (KNPB) Agus Kossy dan sekitar 126 aktivis KNPB. Penangkapan terjadi saat mereka sedang hendak menyelenggarakan diskusi publik sebagai bagian dari peringatan ulang tahun KNPB ke 10 tahun 2018” pungkasnya.

Lanjut Warinussy, dalam pasal 28 UUD 1946 jelas ada jaminan dan perlindungan terhadap kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan.  Juga di dalam pasal 28E ayat (3) UUD 1945. Itu artinya setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat. Lalu dasar hukum apakah yang dipakai oleh Kapolres Merauke untuk menindak Agus Mahuse?

“Juga dasar hukum apakah yang digunakan Kapolresta Jayapura untuk menangkap dan memintai keterangan dari Markus Haluk serta Agus Kossy dan 126 aktivis KNPB tersebut? Menurut pandangan saya bahwa Presiden Joko Widodo seharusnya mendorong aparat penegak hukum di Tanah Papua untuk lebih mengedepankan pendekatan sosio antropologi lewat media dialog dan negosiasi dalam menyikapi segenap aksi-aksi damai rakyat Papua asli dari pada pendekatan keamanan yang senantiasa identik dengan kekerasan bersenjata dan fisik” ujarnya.

Pendekatan keamanan senantiasa akan berbuah  konflik, kekerasan dan berdimensi pelanggaran HAM, ini akan senantiasa menempatkan Indonesia pada posisi rentan sebagai negara yang paling tinggi kasus pelanggaran HAM nya di dunia yang seringkali masuk dalam kategori Universal Periodic Revieuw (UPR) di tingkat lembaga internasional setingkat Dewan HAM PBB di Jenewa-Swiss.

Di sisi lain, Warinussy ingin mengingatkan bahwa organisasi KNPB adalah sebuah organisasi yang lahir dan bertumbuh dari rakyat Papua. Sedangkan ULMWP adalah sebuah organisasi fusi (penyatuan) dari faksi-faksi perjuangan rakyat Papua untuk menentukan nasib sendiri yang legal di tingkat regional dan internasional.

Di negara demokrasi seperti Indonesia, seharusnya ada upaya membangun komunikasi damai antara pemerintah negara dengan organisasi gerakan rakyat seperti halnya KNPB dan ULMWP tanpa meletakkan persepsi negatif separatis demi menemukan konsensus-konsensus damai.(***)

Example 120x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.