Berita

Pasca Gelar Senat, Masyarakat Adat Raja Ampat Serahkan 8 Tuntutan ke MRP PBD

×

Pasca Gelar Senat, Masyarakat Adat Raja Ampat Serahkan 8 Tuntutan ke MRP PBD

Sebarkan artikel ini

PENGAKUAN HUKUM, KEMBALIKAN WILAYAH ADAT, DAN TUTUP PT GAG NIKEL

SORONG,sorongraya.co- Sebagai tindak lanjut dari Gelar Senat Dialog Kebudayaan dan Penguatan Masyarakat Adat dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam di Raja Ampat yang digelar pada 2–3 Oktober 2025 di Hotel Mariat, Sorong, Institut USBA bersama Forum Komunikasi Masyarakat Adat Raja Ampat melakukan audiensi resmi dengan Majelis Rakyat Papua Provinsi Papua Barat Daya (MRPBD) pada Senin, 6 Oktober 2025.

Audiensi ini bukan sekadar serah terima dokumen, melainkan bentuk akuntabilitas politik masyarakat adat yang menagih komitmen konstitusional MRP sebagai representasi kultural Orang Asli Papua (OAP). Agenda utama pertemuan meliputi:

1. Penyampaian hasil rekomendasi Gelar Senat Raja Ampat.

2. Diskusi mengenai peran strategis MRPBD dalam memperkuat perlindungan hak-hak masyarakat adat.

3. Membangun sinergi kelembagaan antara masyarakat adat dan MRPBD untuk memastikan tata kelola pembangunan yang adil, berkelanjutan, dan berpihak pada masyarakat adat.

Gelar Senat Raja Ampat adalah forum refleksi dan konsolidasi masyarakat adat yang diprakarsai oleh Institut USBA. Selama dua hari, forum ini mempertemukan pemimpin adat, tokoh perempuan dan pemuda adat, akademisi, lembaga adat, Dewan Adat Suku (DAS), Dewan Adat Sub Suku (DASS), LSM, DPRP, dan MRP.

Dengan tema Dialog Kebudayaan dan Penguatan Masyarakat Adat dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam di Raja Ampat, forum ini dibagi menjadi tiga komisi tematik:

– Komisi I: Alam, Ruang Hidup, dan Sumber Daya Alam
– Komisi II: Masa Depan Pemajuan Kebudayaan dan Adat (Refleksi Sejarah dan Identitas)
– Komisi III: Strategi Membangun Jaringan Penguatan Masyarakat Adat (Sinergi Pemerintah, Swasta, NGO, Akademisi, dan Media)

Dari proses tersebut lahirlah 8 Maklumat Gelar Senat Raja Ampat yang kini menjadi dokumen politik dan moral masyarakat adat untuk memperkuat posisi mereka dalam pengelolaan sumber daya alam dan kebijakan publik di Raja Ampat.

1. Pengakuan Hukum: Mendesak pembentukan Peraturan Daerah tentang Pengakuan Masyarakat Adat Raja Ampat.

2. Wadah Kedaulatan: Mendorong pembentukan Forum Komunikasi Adat Raja Ampat sebagai wadah musyawarah adat berkelanjutan.

3. Partisipasi Politik: Meminta pelibatan masyarakat adat dalam kebijakan pembangunan sesuai UU Otsus Papua No. 2 Tahun 2021.

4. Penguatan MRP: Menegaskan perlunya penguatan kewenangan Majelis Rakyat Papua agar tidak hanya bersifat konsultatif.

5. Kedaulatan Wilayah Adat: Mendesak pemerintah pusat mengembalikan pulau-pulau Sain, Kiyas, dan Piay ke wilayah administrasi Raja Ampat.

6. Reintegrasi Wilayah: Mendesak pengembalian wilayah Salawati Selatan ke Kabupaten Raja Ampat.

7. Komitmen Global: Mengajak masyarakat dunia turut menjaga Raja Ampat sebagai Geopark dan Cagar Biosfer Dunia guna mendorong sumber ekonomi yang berkelanjutan.

8. Poros Ekologis: Mendukung kebijakan Presiden untuk mencabut seluruh izin tambang di Raja Ampat, termasuk penutupan PT Gag Nikel, sesuai Perpres No. 5/2025 tentang Penertiban Kawasan Hutan.

Maklumat juga menegaskan pentingnya penguatan fungsi dan kewenangan MRP agar tidak berhenti pada peran moral, melainkan turut berperan dalam penyusunan kebijakan dan pengawasan pembangunan berbasis hak-hak Orang Asli Papua (OAP).

– Keterlibatan MRP dalam struktur BP3OKP (Badan Pengarah Percepatan Pembangunan Otsus Papua).
-Pembentukan Dinas Otonomi Khusus di tingkat provinsi dan kabupaten dengan partisipasi masyarakat adat.
– Pembentukan Tim Khusus Repatriasi Benda Budaya Raja Ampat, yang melibatkan pemerintah, MRP, LSM, dan perguruan tinggi untuk memulangkan artefak budaya yang kini berada di luar negeri.

Dalam audiensi di Kantor MRPBD, perwakilan Institut USBA dan Forum Komunikasi Masyarakat Adat menyerahkan langsung dokumen Maklumat Gelar Senat Raja Ampat kepada pimpinan MRPBD.

Pertemuan dipimpin oleh Wakil Ketua MRP Papua Barat Daya, Vincensius Baru, dan Ketua Pokja Adat, Mesak Mambraku. Suasana audiensi berlangsung positif dan penuh semangat komitmen terhadap perjuangan masyarakat adat.

Pimpinan MRP tidak hanya menerima dokumen, tetapi juga menyatakan kesediaan untuk membawa rekomendasi ini ke dalam agenda prioritas lembaga.

“Dokumen ini adalah suara kolektif dan hati nurani masyarakat adat Raja Ampat. MRP akan menindaklanjuti dengan serius melalui jalur internal dan forum resmi,” tegas Wakil Ketua MRP Papua Barat Daya.

Kedua pihak sepakat membuka ruang koordinasi berkelanjutan, termasuk:

– Pembahasan awal rancangan Perda Pengakuan Masyarakat Adat Raja Ampat.
-Sinergi advokasi antara MRPBD dan Forum Komunikasi Adat Raja Ampat.
-Penguatan kapasitas kelembagaan adat agar mampu mengawal kebijakan pembangunan di tingkat daerah dan nasional.

Direktur Institut USBA, Charles Imbir, menegaskan pentingnya langkah ini sebagai arah baru pelibatan masyarakat adat dalam kebijakan pembangunan daerah.

“Gelar Senat dan audiensi hari ini menandai berakhirnya era masyarakat adat hanya menjadi objek kebijakan. Delapan maklumat ini adalah kompas moral dan politik kami. Kami tidak hanya membawa tuntutan, tetapi juga menawarkan solusi berbasis kearifan lokal dan kelestarian ekologis. MRP adalah mitra strategis untuk memastikan suara adat hadir di meja kebijakan,” ujarnya (***)

Example 120x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.