Kota Sorong,sorongraya.co– Aliansi Selamatkan Tanah, Hutan dan Manusia Papua, mendatangi Komisi Pemilihan Umum dan Bawaslu Papua Barat Daya menyerahkan surat berisikan usulan materi debat kandidat terkait komitmen Pasangan Calon (Paslon) Gubernur dan Wakil Gubernur Papua Barat Daya terkait upaya penyelamatan hutan Papua, perlindungan dan pemenuhan hak-hak masyarakat adat di Provinsi Papua Barat Daya.
Koordinator ASTHMP Aliansi Selamatkan Tanah,Hutan dan Manusia Papua (ASTHMP) Fiktor Kalfiyu mengatakan, kami ingin menyampaikan kepada seluruh masyarakat di Papua Barat Daya bahwa saat ini kekayaan alam di tanah Papua dikuasai oleh segelintir orang.
Sementara kemiskinan, kerusakan lingkungan, krisis iklim dan perampasan tanah adat dan segala isinya berdampak buruk bagi kehidupan masyarakat asli Papua.
” Aliansi ASTHMP mengajak masyarakat berpartisipasi memilih Calon Kepala Daerah yang peduli terhadap pelindungan masyarakat adat dan pelestarian lingkungan hidup,” ujarnya, Rabu, 09 Oktober 2024.
Fiktor berharap, surat tersebut diterima dan ditindaklanjuti oleh KPU dan Bawaslu Papua Barat Daya.
” Kami ingin memilih dan memiliki pemimpin yang peduli terhadap persoalan yang dihadapi oleh masyarakat adat di PBD,” tuturnya.
Aktivis HAM dan Lingkungan ini mengingatkan, saat ini masyarakat adat berada dalam posisi terancam akibat maraknya bisnis perkebunan kelapa sawit, pertambangan, penebangan hutan dan Proyek Strategis Nasional (Kawasan Ekonomi Khusus Sorong).
” Semua itu mengancam ruang hidup masyarakat adat setempat,” ucapnya.
Fiktor menyebut, desakan bermumculan dari masyarakat adat kepada pemimpin di Papua Barat Daya untuk mencabut perizinan terkait eksploitasi sumber daya alam di tanah Papua
yang merampas ruang hidup dan merugikan masyarakat adat.
” Dengan adanya kondiamai demikian, lantas bagaimana pendapat dari kelima paslon gubernur dan wakil gubernur yang notabene Orang Asli Papua (OAP),” ujarnya.
Di sisi lain, aktivis dari Komunitas Atap Papua, Desi Sentuf menambahkan, tanggal 27 November tahun 2024 akan menjadi momen politik penting di tanah Papua, yakni Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada)serentak.
Mereka yang nantinya terpilih sebagai kepala daerah selanjutnya akan menjadi ujung tombak implementasi kebijakan pemerintahan dan pembangunan di tanah Papua.
Harapannya, berbagai kebijakan penting dalam rangka perlindungan dan pengakuan hak-hak masyarakat adat, pelayanan publik bagi masyarakat adat, konservasi sumber daya alam secara tradisional oleh masyarakat adat dapat dijalankan.
” Khusus bagi daerah yang telah memiliki regulasi pengakuan, perlindungan dan penghormatan hak-hak masyarakat adat untuk segera mengimplementasikannya,” kata Desi Sentuf.
Ia berharap, bagi daerah yang belum memiliki regulasi pengakuan, perlindungan dan
penghormatan hak-hak masyarakat adat segera menyusunnya.
” Yang terpenting, dalam penyusunan regulasi tersebut harus melibatkan partisipasi masyarakat adat dan publik secara luas,” ujar Desi Sentuf.
Lebih lanjut Desi mengatakan, hutan adat di tanah Papua sampai saat ini masih terpelihara dari generasi ke generasi karena dilindungi oleh masyarakat hukum adat.
Hanya saja pemerintah dan DPR belum sepenuhnya berpihak pada masyarakat hukum adat yang telah menjadi penjaga hutan dan tanah terdepan.
” Seharusnya, kepala daerah memberikan perhatian khusus bagi masyarakat adat untuk
melindungi wilayah adatnya di PBD sebagai upaya memitigasi krisis iklim,” ujarnya.
Pada kesempatan itu juga Desi bertanya, Siapa yang benar-benar berkomitmen melindungi hak-hak masyarakat adat, masalah kerusakan lingkungan, hilangnya hak-hak masyarakat adat, buruh perempuan Papua dan kelompok rentan.
” Ancaman terhadap proses demokrasi sebagai dampak menguatnya kekuatan politik dan ekonomi ditopang oleh kepentingan oligarki kerap terjadi. Meski tata kelola daerah yang baik saat telah dilakukan hampir di seluruh pemerintahan di tanah Papua,” tegasnya.
Diakui oleh Desi, tantangan terbesar saat ini yaitu adanya dominasi oligarki di sektor SDA dan.perampasan terhadap hak-hak publik semakin mempercepat kerusakan lingkungan.
Para oligarki melakukan pengaturan khusus terhadap pengurusan perizinan berbasis lahan dan SDA merupakan bentuk state capture.
Artinya, kepentingan swasta memengaruhi pembuatan kebijakan, dan lebih menguntungkan mereka sendiri.
Sementara perempuan Adat Suku Moi, Soraya Do mengatakan, banyak masyarakat adat Papua yang sedang berjuang ingin menyelamatkan wilayah adat mereka dan menyelamatkan bumi.
Salah satu contoh perjuangan nyata seperti yang dilakukan masyarakat adat suku Awyu dan sub suku Moi Sigin.
” Mereka menuntut haknya melalui jalur hukum namun, Mahkamah Agung Republik Indonesia malah memenangkan investor,” kata Soraya Do.
Soraya membeberkan, beberapa wilayah di Papua, seperti Raja Ampat tengah menjadi incaran investor nikel. Di sisi lain masyarakat adat pulau Kawe dan Gag hingga saat ini belum mendapat royalti yang dijanjikan oleh PT GAG Nikel sejak 5 tahun lalu.
Begitu juga dengan kabupaten Sorong, lanjut Soraya, dimana pembangunan KEK Sorong terua dikebut meski belum mendapat persetujuan dati masyarakat adat setempat.
” Pembukaan dan perluasan perkebunan kelapa sawit di kabupaten Sorong makin meluas. Tak heran jika penebangan hutan terjadi secara diam-diam dilakukan oleh pihak tak bertanggung jawab,” ungkapnya.
Soraya pun menyoroti keberadaan pabrik pupuk Kaltim di kabupaten Fakfak, yang merupakan bagian dari Proyek Strategis Nasional (PSN).
” Keberadaan PSN tersebut dinilai sangat meresahkan masyarakat yang tinggal di area konsesi pabrik. bupaten Fakfak pun dengan keberadaan PSN,” tegasnya.
Ia menekankan, soal rekam jejak dari calon kepala daerah dan wakil kepala daerah. Masyarakat butuh pemimpin yang benat-benar dapat membela hak-hak masyarakat adat bukan memanfaatkan identitas adat untuk mendapat jabatan.
Perempuan asli Moi itu mengingatkan bahwa masyarakat adat jangan mudah tergiur oleh janji-janji politik, yang ujungnya hanya memperalat identitas adat untuk kepentingan pribadi.
” Jangan sampai setelah terpilih nanti, justru masyarakat adat diabaikan. Kita harus cerdik dalam melihat permainan politik yang dimainkan oleh para elit. Jangan hanya karena
dibungkam amplop, kita salah pilih dan akan susah pulih,” ujar Soraya.
Soraya mendesak calon gubernur dan wakil gubernur PBD menunjukkan komitmennya terhadap perlindungan masyarakat adat.
” Harus dipastikan bahwa regulasi terhadap pengakuan dan perlindungan hak-hak masyarakat adat serta pelestarian lingkungan dikedepankan,” tuturnya.