SORONG,sorongraya.co – Tim Panitia Khusus (Pansus) DPRD Kabupaten Maybrat, bekerja sama dengan Universitas Cenderawasih (Uncen) Jayapura, melakukan serangkaian kajian akademisi dalam rangka menghadirkan naskah akademik, soal Peraturan Daerah (Perda) nomor 4, 5 tahun 2015 dan 6 tahun 2017, tentang pemekaran 17 distrik dan 132 kampung di Kabupaten Maybrat.
Ketua Tim Pansus DPRD Maybrat, Moses Murafer, saat diwawancarai di salah satu hotel di Kota Sorong, Sabtu pekan lalu menjelaskan, pansus dibuat karena ada masalah yang terjadi dan dibutuhkan penyelesaian oleh mereka. “Sebelumnya perda ini telah kami sahkan di tahun 2016 dan berjalan baik hingga 2017. Namun di tahun 2018 perda ini tidak digunakan, karena turunan aturan perundang-undangan yang berlaku di negara ini, sehingga tidak mendapat penomoran dari Pemerintah Pusat. Maka dari itu, tahun ini kami membentuk pansus untuk menyelesaikannya,”ujar Murafer.
Menurutnya, salah satu masalah dalam perda tersebut, karena tidak adanya kajian akademis dan peta wilayah, makanya mereka anggota DPRD Maybrat periode 2014-2019, membentuk pansus dan menggaet Pusat Studi Kajian Demokrasi Fakultas Hukum Uncen sebagai asistensi dalam kerjasama kajian akademis ini.
“Kami sudah turun ke distrik dan kampung-kampung sampel dan mendapat sambutan meriah dari masyarakat. Animo masyarakat sangat tinggi dan mereka sangat rindu serta berharap agar impian mereka selama ini terwujud melalui kerja sama ini,”kata Murafer.
Dia menambahkan, masyarakat sangat berharap agar pemekaran distrik dan kampung dapat masuk lagi dalam satu kesatuan perda 4, 5 dan 6 dan dapat dimekarkan. “Setelah kami turun ke kampung dan distrik sampel, kami akan segera merampungkan kajian akademisi ini, agar perda mendapatkan penomoran atau kode wilayah untuk 17 distrik dan 132 kampung, sehingga dapat dimekarkan,”imbuhnya.
Setelah melihat animo dan dukungan dari masyarakat lanjutnya, tidak menutup kemungkinan akan bertambahnya distrik dan kampung di Kabupaten Maybrat. Karena ini murni bukan keinginan anggota DPRD, namun semuanya atas keinginan dan kebutuhan masyarakat.
Oleh karena itu, dia mengharapkan dukungan dari Pemerintah Daerah Kabupaten Maybrat, dalam bentuk dukungan daya dan dana, agar mereka dapat segera menyelesaikan kajian akademisi perda ini, karena waktu mengabdi mereka sebagai dewa sudah semakin dekat.
“Kami masih akan melakukan kajian ke kampung-kampung dan distrik-distrik, serta konsultasi ke provinsi dan Jayapura, serta ke Jakarta untuk menyelesaikan masalah ini. Oleh karena itu, kami sangat membutuhkan dukungan dari pemerintah daerah,”tukas Murafer.
Lebih jauh Murafer menjelaskan, hal ini sangat penting untuk diselesaikan sebelum masa jabatan mereka selesai, karena pemekaran merupakan kebutuhan masyarakat dan dengan adanya pemekaran, masyarakat bisa mendapat pelayanan dengan baik serta merata. Kepada pemerintah tingkat atas, Murafer berpesan, agar melihat mereka sebagai anggota DPRD di tingkat kabupaten dan kota yang sering menghadapi masyarakat langsung dan membantu mereka dalam menyampaikan, serta mengalokasikan aspirasi masyarakat tingkat bawah.
“Pemekaran adalah cara membentuk infrastruktur negara dari daerah hingga pusat. Oleh karena itu, pemerintah dari daerah hingga pusat harus melihat hal ini dan menyelesaikannya,”tuntas Murafer.
Senada disampaikan Anggota DPRD Maybrat, yang juga masuk sebagai anggota Tim Pansus DPRD Maybrat, Agustinus Tenau, S.Sos, M.Si, menambahkan, perda nomor 4 tahun 2015 berisikan tentang kelurahan, nomor 5 berisikan 17 distrik yang keluar di tahun 2015, serta nomor 6 tentang 132 kampung yang keluar di tahun 2017, dilahirkan berdasarkan Surat Keputusan (SK) Bupati Maybrat tahun 2014, yang saat itu dipimpin Karel Murafer, SH, MA.
“Pemekaran ini dilakukan semata-mata karena kebutuhan masyarakat. Dari sisi keputusan hukum, sedianya sudah ada dua dasar kuat, yakni SK Bupati Maybrat dan izin prinsip dari Pemerintah Provinsi Papua Barat, di masa kepemimpinan Bram Atururi. Berangkat dari dua dasar itu, kami DPRD Maybrat mengesahkannya dari Raperda menjadi Perda nomor 4, 5 dan 6,”terang Tenau.
Berdasarkan aspek kepastian hukum, menurut dia, sudah lengkap dan legal. Karena itu, sesuai ketentuan Undang-undang nomor 12 tahun 2012, maka suka atau tidak suka perda ini harus dijalankan dan dalam pembiayaannya menjadi tanggung jawab Pemerintah Kabupaten Maybrat melalui APBD. Tambah dia, dilihat dari dukungan dan respon masyarakat soal perda ini, dukungan besar telah mengalir karena semuanya datang dari masyarakat, sementara mereka sebagai anggota DPRD hanya diminta untuk melegalkan perda pemekaran tersebut.
“Jika ditanya, siapa yang memekarkan kampung dan distrik, maka jawabannya adalah masyarakat, karena semua berangkat dari kebutuhan dan usulan mereka. Karena jika dilihat dari asalnya, pemekaran 17 distrik dan 132 kampung ini berasal dari proposal masyarakat di 4 wilayah besar di Maybrat, yakni Ayamaru, Aitinyo, Aifat dan Yumasess,”ujarnya.
Ditanya soal alasan mereka menggaet Pusat Studi Kajian Demokrasi Fakultas Hukum Uncen, kata Tenau, dalam ketentuan Undang-undang nomor 23 tahun 2014 mengenai pemerintah daerah, ada salah satu pasal yang mengisyaratkan tentang usulan pemekaran menjadi daerah definitif, harus melengkapi syarat wajib yang tak boleh dilewatkan, yakni naskah akademik.
“Nah, tahapannya harus melakukan kerja sama antara pusat studi antara pemerintah daerah. Entah itu dari Uncen atau universitas manapun, yang pasti harus menghasilkan naskah akademik sebagai salah satu syarat wajib,”jelasnya.
Naskah akademik ini, sambung dia, adalah akhir dari proses awal seperti survey, kajian akademik, data daerah dalam angka, proposal usulan dari kampung atau distrik dan perda yang sudah dibentuk, serta hal-hal lain yang dilalui dalam proses. Naskah akademik, lanjut Tenau, akan menjadi bahan kajian pemerintah pusat mengenai kampung yang akan didefinitifkan, batas kampung definitif dan kampung pemekaran atau distrik induk dan distrik pemekaran, kemudian soal peta antara distrik dan kampung induk dan yang akan dimekarkan, serta kepastian penduduk dan kepastian sumber daya di kampung dan distrik yang akan dimekarkan.
“Hal-hal ini harus dipastikan, jangan sampai ada tumpang tindih dan di di dalam distrik ada distrik lain, atau dalam kampung ada juga kampung lainnya. Serta kepastian penduduknya juga harus jelas dan harus ada pula sarana prasarana seperti puskesmas dan sekolah, untuk mendukung distrik dan kampung pemekaran,”jelas Tenau.
Ending dari proses ini, ditambahkannya, adalah kodefikasi atau register yang resmi dikeluarkan oleh Kementerian Dalam Negeri. Setelah semuanya sudah ada, maka distrik dan kampung yang dimekarkan berhak untuk Alokasi Dana Desa (ADD) ataupun alokasi dari APBD khusus untuk distrik.
“Setelah semua ini selesai, maka kampung dan distrik sudah sah dan tidak ada lagi dikotomi distrik pemekaran atau distrik definitif, namun semuanya dapat disebut sebagai distrik definitif,”imbuhnya.
Agustinus Tenau menambahkan, pemekaran distrik dan kampung di Maybrat tentunya menguntungkan bagi rencana pemekaran Maybrat Sau ke depannya. Karena menurutnya, tidak akan mungkin Daerah Otonom Baru (DOB) akan lahir tanpa adanya pemekaran distrik dan kampung.
“Ini adalah moment untuk menyediakan infrastruktur dalam rencana pemekaran Maybrat Sau. Oleh karena itu, harus mendapat dukungan penuh dari semua pihak,”tandasnya. [dwi]