MANOKWARI,sorongraya.co – Majelis Rakyat Papua Provinsi Papua Barat (MRP-PB) dinilai seakan cuci tangan menghadapi desakkan dan tuntutan masyarakat orang asli papua (OAP).
Hal ini diungkapkan salah satu Tokoh Pemuda di Manokwari, Aloysius Siep, yang menyikapi sikap lembaga kultur yang dipimpin Maxi N. Ahoren tersebut saat mendapat desakkan ratusan massa yang menyoal rendahnya keterwakilan OAP yang duduk di legislatif baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota pada hasil pemilu 17 April 2019.
Menurut Aloysius Siep, semestinya MRP PB mampu menjelaskan ke publik ihwal mekanisme dan ketentuan hukum yang diatur dalam pemilu anggota DPR dan DPRD. Dan menjelaskan kedudukan dari Undang-undang nomor 1 tahun 2008 perubahan atas UU nomor 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus (Otsus) Papua dan Papua Barat tersebut.
“Bagi saya, MRP PB tidak mampu menjelaskan ke publik dan seolah-olah mencuci tangan. Kenapa jauh-jauh sebelumnya tidak memperjuangkan hal ini sehingga ada aturan ketika perekrutan caleg (Calon legislatif) oleh partai politik. Kenapa sudah hampir sampai pada proses penetepan (Oleh KPU,red) baru mau bicara,” cetus Aloysius Siep yang menyayangkan sikap lembaga kultur tersebut.
Bahkan ia menilai, jika MRP PB masih memerankan pola sikap demikian, maka dikhawatirkan dapat membenturkan antara sesama masyarakat OAP. Dan semestinya MRP PB mampu menjelaskan secara intelektual kepada publik sehingga masyarakat dapat memahami dan mengerti.
“Masyarakat bisa saja salah tafsir dengan sikap MRP PB. Makanya mereka-mereka yang intelektual ini harus menjelaskan secara baik,” tutur Aloysius Siep melalui sambungan telepon selulernya, Selasa (14/05) malam.
Karenanya kata Aloysius Siep, agar hal ini tak terulang kembali pada pemilu yang akan datang, baik MRP PB, DPR PB, DPRD kabupaten/kota maupun pemerintah Provinsi PB, untuk segera merumuskan poin-point yang mengatur kuota keterwakilan OAP dalam pencalegkan di partai politik.
“Mulai dari MRP PB, Gubernur PB, DPR PB dan DPRD kabupaten/kota yang baru terpilih nanti, perlu merumuskan bersama dan membuat kajian akademis terkait keberpihakan dan kuota kursi OAP di legislatif,” pungkasnya.
Sebagaimana diketahui, ratusan massa menggelar aksi unjuk rasa di Kantor DPR PB dan MRP PB, berlangsung sejak Senin hingga Selasa (14/5) dan berujung dengan penyegelan kedua kantor yang beralamat di Jalan Siliwangi itu.
Aksi tersebut dilakukan oleh masyarakat OAP yang mempertanyakan keberpihakan dan kedudukan dari Undang-undang nomor 1 tahun 2008 perubahan atas UU nomor 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus (Otsus) Papua dan Papua Barat dalam hal keterwkilan di kursi legislatif. [krs]