MANOKWARI, sorongraya.co– Majelis Rakyat Papua (MRP) adalah “roh” dari Undang Undang Nomor 21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua dan Papua Barat sebagaimana dirubah dengan Undang Undang Nomor 35 Tahun 2008.
Karena itu, MRP sebagai salah satu lembaga negara di Tanah Papua harus mendapat perhatian baik dari Pemerintah Pusat di Jakarta maupun Pemerintah Daerah Papua dan Provinsi Papua Barat.
Hal ini adalah sesuai amanat pasal 1 huruf g UU No.21 Tahun 2001 serta 19 sampai dengan pasal 25 yang mengatur mengenai pengertian lembaga kultur ini berikut tugaa, fungsi dan kewenangan serta hak dan kewajibannya secara kelembagaan (institusional) serta perseorangan (individual).
Namun sayangnya sejak dibentuk tahun 2009 di Provinsi Papua Barat sebagai implementasi amanat Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2004 tentang MRP, lembaga kultur adat orang asli papua ini belum memiliki gedung kantor yang permanen dan tetap.
MRP Provinsi Papua Barat pernah “numpang” berkantor di Hotel Mansinam beach, Manokwari. kemudian pernah “berkantor” di bekas gedung kantor milik Balai Konservasi dan Sumber Daya Alam (BKSDA) Papua Barat di Jalan Trikora, Wosi dan kini MRP “menumpang kantor” di bekas Kantor Gubernur Papua Barat Jalan Siliwangi, Manokwari.
Gedung yang kini menjadi kantor bertugasnya para Pejabat Negara lembaga kultur ada di Provinsi Papua Barat ini jika dilihat secara kasat mata, sangat tidak layak dijadikan sebagai kantor MRP yang memiliki posisi sangat penting di dalam amanat pasal 23 ayat (2) UU No.21 Tahun 2001 yaitu mempertahankan dan memelihara keutuhan NKRI dan mengabdi kepada rakyat di Provinsi Papua Barat.
“Saya melihat di dalam ruang kerja Ketua MRP PB Maxi Ahoren, di sudut atas sebelah kanan atap lotengnya yang terbuat dari bahan tripleks sudah bocor dan sangat tidak layak sebagai sebuah ruang kerja dari seorang Pimpinan Lembaga Negara di Tanah Papua” tulis Direktur LP3BH Manokwari, Yan Christian Warinussy melalui press releasenya yang diterima media ini baru-baru ini.
Warinussy mempertanyakan bagaimana mungkin ruang seorang Ketua MRP di Papua Barat bisa sangat jauh dari standar kelayakan dari ruang seorang kepala seksi atau kepala bagian di Pemerintah Provinsi Papua Barat?
“Bagaimana kalau Ketua MRP PB mau menerima tamu misalnya Gubernur, Kapolda atau Pangdam? Atau kalau ada tamu asing dari negara lain datang bertemu Ketua MRP PB di ruang kerjanya dan melihat loteng ruang kerjanya yang “bolong” tersebut? Apa kata dunia? Dimana harga diri bangsa dan negara yang kepentingan hukum dan politiknya sedang dipertahankan mati-matian oleh sang Ketua MRP PB tersebut ?” tegasnya.[***]