SORONG, sorongraya.co-Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) Kota Sorong menggelar rapat koordinasi bersama seluruh unsur pemangku kepentingan di Gedung L. Jitmau, Kota Sorong, Kamis, 17 Juli 2025.
Ketua TP-PKK Kota Sorong, Jemima Elisabeth Lobat, menegaskan bahwa percepatan penurunan stunting merupakan tanggung jawab bersama seluruh pihak, bukan hanya tugas satu instansi.
“Hari ini, kami dari Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Kota Sorong menggelar rapat kerja yang dihadiri seluruh tim percepatan penurunan stunting. Tujuannya untuk mengevaluasi sejauh mana program-program dan intervensi yang telah kita jalankan dalam penanganan dan pencegahan stunting,” ujar Jemima kepasa awak media.
Menurut data yang dihimpun dari berbagai sumber, termasuk aplikasi Kementerian Dalam Negeri dan hasil survei nasional, angka stunting di Kota Sorong menunjukkan tren penurunan. Penilaian tersebut mengacu pada Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2022 dan 2024, serta Survei Kesehatan Indonesia (SKI) tahun 2023.
Namun, berdasarkan hasil Survei Kesehatan Indonesia tahun 2025, prevalensi stunting di Provinsi Papua Barat Daya termasuk Kota Sorongmasih berada di angka 31,0 persen.
“Kami juga memantau kondisi stunting melalui aplikasi pencatatan berbasis masyarakat, yaitu EPPGBM. Dari data trimester pertama tahun 2025, terlihat bahwa Kota Sorong sudah mengalami penurunan kasus stunting,” jelas Jemima.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa upaya penanganan stunting melibatkan dua jenis intervensi, yakni intervensi spesifik dan intervensi sensitif.
“Intervensi spesifik dilakukan langsung oleh Dinas Kesehatan melalui pelayanan di rumah sakit, puskesmas, hingga posyandu. Sementara intervensi sensitif menjadi tanggung jawab lintas sektor, seperti memberikan edukasi, penyuluhan, bantuan makanan tambahan, serta upaya pemenuhan gizi bagi remaja putri,” tambahnya.
Pencegahan stunting, kata Jemima, perlu dilakukan sejak dini, khususnya pada remaja perempuan. Hal ini penting agar saat memasuki masa pernikahan dan kehamilan, para ibu tidak mengalami anemia atau kekurangan gizi, sehingga mampu melahirkan bayi yang sehat dan tidak tergolong stunting.
“Bayi stunting umumnya lahir dengan kekurangan gizi kronis. Akibatnya, pertumbuhan dan kecerdasan mereka terganggu. Ini yang harus kita cegah bersama,” tutupnya.