RAJA AMPAT, sorongraya.co – Pulau Wayag, ikon wisata dunia di Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya, mendadak dipalang oleh masyarakat adat suku Kawei sebagai bentuk protes atas rencana pencabutan izin tambang nikel di wilayah adat mereka.
Aksi pemalangan dilakukan sejak Senin (9/6/2025) sore oleh puluhan warga adat dari empat marga pemilik hak ulayat, yakni Ayelo, Daat, Ayei, dan Arempele. Mereka secara resmi menutup seluruh akses aktivitas pariwisata di Kepulauan Wayag.
“Kami atas nama empat marga menutup seluruh aktivitas pariwisata di Kepulauan Wayag. Kami tidak mengganggu wisata, tapi kenapa atas nama pariwisata justru mau mengganggu perusahaan kami yang telah kami perjuangkan demi masa depan anak cucu kami,” tegas Luther Ayelo, tokoh adat sekaligus pemilik hak ulayat Pulau Wayag melalui rilisnya. Selasa, (10/062025).
Aksi ini dipicu oleh rencana pemerintah pusat mencabut izin empat perusahaan tambang nikel, salah satunya PT Kawei Sejahtera Mining (KSM) yang beroperasi di Pulau Kawe berdasarkan kesepakatan dengan masyarakat adat Kawei.
Menurut masyarakat, tambang justru membuka peluang ekonomi baru bagi mereka, berbeda dengan sektor pariwisata konservasi yang dinilai belum memberikan kontribusi nyata terhadap kesejahteraan warga lokal.
“Kami tidak mencuri, kami kerja di atas tanah kami sendiri. Kalau perusahaan kami ditutup, maka Pulau Wayag juga kami tutup,” lanjut Luther.
Masyarakat juga mengecam penyebaran konten di media sosial yang mereka nilai menyesatkan dan menyudutkan perjuangan mereka. Mereka menegaskan bahwa tuntutan ini murni demi mempertahankan hak atas tanah adat serta masa depan ekonomi yang lebih menjanjikan bagi generasi penerus.
Dalam pernyataannya, warga adat mendesak pemerintah pusat membatalkan pencabutan izin tambang serta mempertimbangkan dampak sosial-ekonomi yang akan ditimbulkan, terutama bagi ratusan pekerja lokal.
Hingga berita ini diturunkan, aksi pemalangan masih terus berlangsung. Masyarakat menyatakan tidak akan membuka kembali akses wisata sebelum ada kepastian dari pemerintah mengenai kelanjutan izin operasional PT KSM dan perusahaan tambang lainnya di wilayah adat suku Kawei. (*)