SORONG, sorongraya.co – Jaringan Damai Papua atau JDP secara resmi mendesak Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka agar menghentikan seluruh bentuk operasi militer di Tanah Papua, menjelang perayaan Hari Raya Natal 25–26 Desember 2025 dan Tahun Baru 1 Januari 2026.
Desakan tersebut disampaikan Juru Bicara JDP, Yan Cristian Warinussy menyusul maraknya peristiwa kekerasan bersenjata yang kerap menimpa warga sipil di sejumlah wilayah konflik, antara lain Kabupaten Nduga, Yahukimo, Pegunungan Bintang, dan Puncak di Provinsi Papua Pegunungan.
Selain itu, konflik juga terjadi di Kabupaten Intan Jaya, Paniai, Deiyai, Puncak Jaya, dan Dogiyai di Provinsi Papua Tengah, serta Kabupaten Maybrat, Tambrauw, Teluk Bintuni di Provinsi Papua Barat dan Papua Barat Daya.
JDP menilai konflik bersenjata yang melibatkan aparat keamanan TNI–Polri dengan Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat atau TNPB berdampak luas terhadap warga sipil, khususnya Orang Asli Papua, yang tidak terlibat dalam kelompok bersenjata mana pun. Namun dalam praktiknya, warga sipil kerap dicap sebagai simpatisan atau bagian dari TPNPB.
Labelisasi tersebut sering digunakan untuk menghindari pertanggungjawaban atas dugaan pelanggaran hak asasi manusia, termasuk kejahatan terhadap kemanusiaan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Baca juga: Menjaga Marwah Otonomi di Papua Barat Daya
“Presiden Prabowo Subianto sebagai kepala negara dari negara demokrasi agar segera memerintahkan penghentian seluruh operasi militer di Tanah Papua, terhitung sejak Minggu Adventus Keempat, Minggu 21 Desember 2025, hingga pasca perayaan Tahun Baru 1 Januari 2026,” Jubir JDP Yan Cristian Warinussy.
Menurut JDP, langkah tersebut penting untuk memberikan ruang damai bagi mayoritas rakyat Papua, baik di perkotaan, pesisir, maupun wilayah pegunungan, khususnya warga sipil Orang Asli Papua yang saat ini masih berstatus pengungsi akibat konflik bersenjata, agar dapat merayakan Natal dan Tahun Baru dengan aman dan bermartabat.
Baca juga: Polda Papua Barat Daya Siagakan 793 Personel Amankan Nataru
Selain penghentian operasi militer, JDP juga mendesak pemerintah membuka akses kemanusiaan bagi gereja-gereja, baik Gereja Kristen maupun Gereja Katolik, agar dapat menjalankan pelayanan pastoral di wilayah pelayanan masing-masing. Termasuk pelayanan Sakramen Perjamuan Kudus akhir tahun dan Ibadah Natal 2025 secara damai bagi warga Papua Asli yang berada di lokasi pengungsian di atas tanah mereka sendiri, yakni Tanah Papua.
JDP berharap momentum Natal dan Tahun Baru dapat menjadi titik awal bagi terwujudnya suasana damai dan penghormatan terhadap hak asasi manusia di Tanah Papua.
















