SORONG, sorongraya.co-Gubernur serta para Bupati/Walikota se-Provinsi Papua Barat Daya (PBD) diminta segera merealisasikan belanja Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Induk Tahun Anggaran 2025. Hal ini bertujuan agar seluruh program pembangunan dapat berjalan tepat waktu dan memberi dampak positif bagi masyarakat.
Ketua Forum Pemantau Percepatan Pembangunan Daerah (FOPERA) Provinsi PBD, Yanto Ijie, menyatakan bahwa percepatan realisasi belanja APBD sangat krusial untuk menggerakkan roda perekonomian di provinsi baru ini. Ia menekankan pentingnya percepatan proyek infrastruktur, program kesejahteraan sosial, serta layanan publik agar segera bisa dirasakan oleh masyarakat Papua Barat Daya.
“Berdasarkan pemantauan kami di Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE), progres pengadaan barang dan jasa di Provinsi PBD belum menunjukkan kemajuan signifikan. Padahal saat ini kita sudah memasuki pertengahan tahun anggaran 2025. Pekerjaan infrastruktur, pengadaan barang dan jasa lain belum terlihat bergerak,” ujar Yanto.
Ia juga mengingatkan bahwa kondisi cuaca yang ekstrem dan curah hujan yang tinggi di Papua Barat Daya perlu menjadi perhatian, karena jika proyek terlambat dimulai, ada risiko besar tidak terselesaikan tepat waktu. Selain itu, perputaran uang di masyarakat saat ini mengalami penurunan, sehingga percepatan belanja APBD akan sangat membantu menggerakkan ekonomi lokal.
“Kami mendorong Bapak Gubernur untuk segera memfokuskan perhatian pada realisasi belanja APBD Tahun 2025, demi memenuhi janji politik dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Jika belanja APBD, terutama pada sektor infrastruktur, pemberdayaan masyarakat, dan pengadaan barang, dilaksanakan tepat waktu dan menyentuh masyarakat, maka ekosistem ekonomi daerah akan menjadi lebih sehat,” tegas Yanto.
FOPERA mengaku pesimis bila belanja APBD 2025 terus tertunda. Bila ini terjadi, sejumlah proyek infrastruktur berisiko tidak selesai, yang pada akhirnya dapat mempengaruhi plafon APBD Tahun 2026.
“Kami juga meminta DPR Provinsi PBD menggunakan kewenangannya untuk mendorong Gubernur segera melaksanakan program-program yang telah dianggarkan dalam APBD 2025. Masyarakat harus menjadi subjek utama pembangunan. Keterlambatan realisasi APBD induk 2025 akan berdampak pula pada pelaksanaan APBD Perubahan di tahun yang sama,” kata Yanto.
Ia juga menegaskan bahwa pelaksanaan kegiatan APBD 2025 tidak ada kaitannya dengan pemeriksaan BPK yang sedang berlangsung, sebab pemeriksaan itu menyangkut APBD Tahun Anggaran 2024.
Selain itu, isu pergantian pejabat tidak boleh menjadi alasan keterlambatan pelaksanaan program, karena ASN terikat sumpah dan janji untuk siap ditempatkan di mana saja. “Pergantian pejabat adalah hak prerogatif Gubernur, namun yang lebih penting adalah bagaimana pemerintah saat ini fokus melayani rakyat, bukan hanya melayani kepentingan pejabat,” tambahnya.
FOPERA juga mengingatkan agar pemerintahan definitif saat ini tidak mengulangi praktik-praktik lama, di mana pekerjaan dilakukan tergesa-gesa di akhir tahun anggaran.
“Jika pekerjaan dipaksakan selesai menjelang akhir tahun, kualitas dan mutu bisa menurun, sementara progres fisik tak mencapai 100 persen, tapi anggaran tetap dicairkan penuh. Ini sangat berpotensi menimbulkan persoalan hukum,” Tutup Yanto Yanto Ijie.