SORONG, sorongraya.co– Forum Pengawal Perjuangan Rakyat (Fopera) Provinsi Papua Barat Daya angkat suara terkait rencana pendataan Orang Asli Papua (OAP) oleh Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil).
Fopera menilai, alokasi anggaran sebesar Rp500 juta yang disiapkan pemerintah provinsi untuk pendataan OAP baiknya ditunda hingga ada dasar hukum yang jelas berupa Peraturan Daerah Khusus (Perdasus) atau Peraturan Daerah Provinsi (Perdasi) tentang definisi Orang Asli Papua.
“Yang menjadi pertanyaan kami adalah, apa dasar yang digunakan oleh Dukcapil, Pemprov Papua Barat Daya, dan DPRP Fraksi Otsus dalam melakukan pendataan OAP ini? Instrumennya apa?” ujar Ketua Fopera PBD, Amos Yanto Ijie kepada awak media, Kamis malam, 31 Juli 2025.
Menurutnya, pendataan OAP tidak bisa dilakukan tanpa pijakan hukum yang kuat, karena menyangkut hak-hak dasar Orang Asli Papua yang dilindungi dalam kerangka Otonomi Khusus (Otsus). Ia menekankan pentingnya lebih dulu menyusun aturan yang memuat definisi legal OAP secara rinci dan tegas.
“Seharusnya yang didorong lebih dahulu adalah penyusunan Perdasi atau Perdasus tentang definisi Orang Asli Papua. Itu dulu yang menjadi instrumen dasar untuk melakukan pendataan. Kalau belum jelas siapa yang disebut OAP, lalu bagaimana pendataannya?” tambahnya.
Fopera mengacu pada Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021 Pasal 1 Angka 22, yang menyebutkan bahwa Orang Asli Papua adalah orang yang berasal dari rumpun ras Melanesia, terdiri atas suku-suku asli Papua, dan atau orang yang diakui dan diterima sebagai orang asli Papua oleh masyarakat adat.
Namun, Yanto menilai definisi ini masih multitafsir dan dapat menimbulkan persoalan di kemudian hari. Dikhawatir, tanpa kejelasan hukum, hasil pendataan justru akan menjadi masalah baru yang berujung pada persoalan hukum.
“Kalau tidak hati-hati, pendataan ini bisa berdampak pada berbagai sektor, mulai dari pendidikan, kesehatan, hingga pemberdayaan ekonomi kerakyatan, yang menjadi inti dari tujuan Otsus itu sendiri,” tegas Yanto.
Oleh sebab itu, Fopera menyarankan agar Gubernur dan Sekretaris Daerah Provinsi Papua Barat Daya menunda dulu penggunaan anggaran Rp500 juta untuk pendataan, dan fokus menyusun Perdasi atau Perdasus sebagai landasan hukum.
“Kami sudah pernah mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi terkait definisi OAP ini. Jadi kami paham betul bahwa kita tidak boleh melangkah tanpa dasar hukum yang sah. Jangan sampai nanti kita justru membuka celah hukum yang bisa digugat oleh pihak-pihak lain,” pungkasnya.