SORONG,sorongraya.co- Ketua Tim Penasihat Hukum terdakwa Ardilah Rahayu Pongoh dan Andi Abdulah Pongoh, Romeon Habary menegaskan bahwa pihaknya menolak semua dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Penegasan tersebut disampaikan Romeon Habary usai sidang prnyampaian Nota Pembelaan (Pledooi) di Pengadilan Negeri Sorong, Senin sore, 10 Juli 2023.
Menurut Romeon Habary, ada sejumlah kejanggalan dari kasus dugaan pembunuhan Brigadir Polisi (Brigpol) Yohanes Siahaan.
Korban yang merupakan anggota Brimob itu sebenarnya meninggal karena bunuh diri bukan di bunuh, seperti yang diisyaratkan dalam tuntutan JPU.
” Fakta yang berkembang selama persidangan menyebutkan bahwa saksi-saksi yang memberi keterangan hanya mendengar keterangan dari anak korban yang saat itu masih berusia 5 tahun,” ujar Romeon usai sidang penyampaian nota pembelaan, Senin sore.
Bahkan Romeon mencontohkan keterangan anak korban bahwa dirinya melihat terjadinya pembunuhan pada 29 Februari 2018, subuh atau dini hari.
” Pertanyaannya, ada apa anak korban di jam 02.00 WIT. Tak hanya itu, sebelum kejadian anak korban berada di balik gorden. Itu keterangan saksi saat dipersidangan,” ujarnya kepada sejumlah awak media.
Ironisnya, saat ditanya dipersidangan anak korban mengatakan tidak ada keributan. Namun, dia melihat 2 orang memukul bapaknya, sedangkan 3 orang lainnya memegang tangan dan kaki korban.
” Saksi juga mengatakan bahwa salah satu terdakwa bersama tante Yanti sedang ketawa-ketawa. Pertanyaannya, kenapa tante Yanti yang ada di TKP tidak ditetapkan sebagai tersangka,” sambung Romeon.
Romeon menyebut ada cerita yang seolah-olah di buat oleh pihak eksternal sebab kesimpulan kami, anak korban hanya tahu sampai dengan pukul 21.00 WIT. Setelah itu, mamanya menidurkan anak korban.
Pengacara senior DPC Peradi Sorong itu mengaku, pukul 02.00 WIT anak korban sudah tidur. Di sisi lain, keterangan anak korban melihat mamanya dan omnya telanjang di dalam kamar mandi. Katanya dia lihat dari balik gorden kamarnya.
” Kami sangat prihatin dengan keterangan yang disampaikan anak korban. Padahal posisi kamar yang ada di rumah korban sejajar dengan kamar mandi. Bagaimana anak korban bisa melihat mamanya dan omnya yang katanya telanjang di kamar mandi,” kata Roneon.
Lebih lanjut dikatakan Romeon, posisi kamar mandi agak masuk, jaraknya 1,20 meter. Ini juga di dukung dengan gambar denah rumah yang ada pada dakwaan JPU.
” Jadi, kalau anak bilang melihat dari kamar ini suatu kebohongan dan kebohongan itu melahirkan kebohongan lainnya,” ungkapnya.
Pengacara yang akrab disapa Romy itu menegaskan, keseluruhan fakta yang ada bahwa cerita ini hanya berasal dari anak korban. Berbeda dengan keterangan yang disampaikan Yanti, yang mengatakan bahwa pada saat sebelum kejadian di rumah korban sudah ada mama haji dan tete haji.
” Kalau kemudian dimohonkan supaya tiga orang ini ditangkap itukan lucu sebab identitas ketiga orang ini tidak diketahui. Lalu kenapa tidak menangkap Yanti, yang jelas-jelas identitasnya telah diketahui,” sambungnya.
Romy pun mengungkapkan, kebohongan lainnya, yakn pada tanggal 18 September 2018 anak korban yang berinisial O ini dibawa ke KPAI lalu di interview. Dalam interview tersebut anak korban menerangkan melihat mamanya, tante Yanti dan satu orang laki-laki.
Sementara keterangan anak korban di tahun 2019 dan 2021 berbeda dengan keterangannya tahun 2018 lalu. Dimana kata anak korban melihat mamanya, tante Yanti dan om Aslam serta tiga orang lainnya yang tidak diketahui identitasnya.
” Ruangan di dalam rumah korban itu rapih saat kejadian. Kalau memang terjadi pembunuhan, otomatis ruangan berantakan. Apalagi almarhum ini seorang Brimob, yang punya kemampuan 5 banding 1,” bebernya.
Begitu juga dengan hasil autopsi yang dilakukan, tidak ditemukan racun atau sianida di dalam tubuh korban. Tanda-tanda kekerasan, termasuk tulang retak seperti yang dikatakan. Pertanyaannya petunjuk mana yang dipakai untuk menuntut terdakwa.
” Lagi-lagi kebohongan yang dibuat untuk menyeret klien kami bertanggung jawab atas pembunuhan yang terjadi,” ungkapnya.
” Kami sebagai tim PH terdakwa sudah dua kali meminta kepada majelis hakim untuk kita sama-sama melakukan Pemeriksaan Setempat (PS). Namun, sangat disayangkan permohonan kami diabaikan oleh majelis hakim,” tambahnya.
Kendati demikian terdakwa Ardilah Rahayu Pongoh dan Andi Abdulah Pongoh memakai jasa PBH Peradi Sorong mencari keadilan atas tuduhan yang dialami tersebut.
Pada sidang sebelumnya, terdakwa Ardilah Rahayu Pongoh dan Andi Abdulah Pongoh dituntut seumur hidup oleh JPU. Keduanya dituntut melanggar Pasal 340 KUHP Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP