SORONG, sorongraya.co – Untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah, Pemerintah Kabupaten Raja Ampat akan berlakukan tarif retribusi melalui sector perikanan, dengan berlakukan Surat Keterangan Asal Ikan bagi nelayan yang melakukan aktifitas tangkap ikan di laut raja ampat. System ini mulai berlaku awal tahun 2026.
Sebelum retribusi ini diterapkan, Dinas Perikanan dan Kelautan Raja Ampat bekerjasama dengan Dinas P2KP (Pertanian, Pangan, Kelautan dan Perikanan) Provinsi Papua Barat Daya menggelar sosialisasi kepada para pelaku usaha tangkap ikan di Kota Sorong.
Baca: Sengketa Lahan Bendungan Ayamaru, Ini Pesan Kuasa Hukum 3 Marga
Sosialisasi yang digelar pada Sabtu, 13 Desember 2025 di gedung Unit Pelaksana Teknis Pelabuhan Perikanan Klademak Sorong itu, dihadiri puluhan pelaku usaha sector perikanan sorong.
Kepala P2KP Papua Barat Daya, Salmon Solossa mengatakan sosialisasi ini perlu dilakukan agar dapat diketahui para nelayan dalam melakukan aktivitas penangkapan ikan di laut raja ampat. Hal ini sesuai dengan Peraturan Daerah Kabupaten Raja Ampat, Nomor 8 tahun 2023 tentang Lain-lain Pendapatan Daerah Yang Sah.
Menurutnya, Kabupaten Raja Ampat memiliki Sumber Daya Alam laut yang melimpah, sehingga tidak salah jika pemerintah daerah mengeluarkan Surat Keterangan Asal Ikan.
Baca juga: 274 Guru di Kabupaten Sorong Ikut Sosialisasi Pembelajaran Mendalam
“Para nelayan menangkap ikan dari laut Raja Ampat, namun PAD-nya masuk di Kota Sorong. Surat Keterangan Asal Ikan penting buat raja ampat, sehingga tidak salah Bupati mengeluarkan Peraturan sehingga semua potensi dari raja ampat harus diinventarisir dan didata,” tutur Salmon Solossa.
Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu, Kabupaten Raja Ampat Mohammad Said Soltief mengatakan, dengan adanya Perda Kabupaten Raja Ampat Nomor 8 tahun 2023, tentang pendapatan lain-lain yang sah, maka pada tahun 2026 pihaknya akan memberlakukan tariff retribusi tentang asal ikan.
“Semua orang berpikir bahwa raja ampat ini kaya, namun kondisi yang terjadi kita punya pendapatan asli daerah tidak lebih dari Rp 30 miliar, mulai dari bupati pertama sampai sekarang. Nah, pada periode bupati saat ini (Oridek Burdam) menuntut kita untuk melihat potensi mana yang seharusnya kita bisa tarik, salah satunya sector perikanan,” terang Said Soltief.
Baca juga: Dari Gereja ke Masjid, Menag RI dan Gubernur Jalan Santai Kampanyekan Toleransi
Untuk proses pembayaran tarif, kata Said akan dilakukan oleh bagian teknis dengan menggunakan aplikasi “Sicantik Clud”.
“Saya pikir kalau ikan itu keluar dari Raja Ampat maka wajib diberlakukan SKAI, tetapi kalau bukan dari raja ampat, itu tidak perlu. Tapi kalau tangkap untuk konsumsi saja maka tidak perlu ada SKAI, tapi masa sih mau makan sampai ber-ton-ton,” pungkasnya.
“Bagan di Raja Ampat itu sampai ratusan, jika dalam sehari nelayan dapat menghasilkan satu sampai dua ton ikan, maka berapa banyak ikan dari raja ampat yang dijual keluar, terus kita tidak dapat apa-apa,” tambahnya.















