SORONG,sorongraya.co-Demi belajar dan meraih cita-cita, Guru dan Siswa-siswi Sekolah Dasar (SD) Molaworsi, Distrik Moraid, Kabupaten Tambrauw rela melewati arus air yang deras untuk mecapai tujuan.
Dipagi hari Guru dan siswa/i sambil menenteng sepatu dan juga ada anak yang kesekolah tidak menggunakan sepatu, hanya beralaskan sendal menuju ke sekolah dengan modal nyali menyeberangi kali kawar.
Deras air Kali Kawar terdengar lebih keras dari biasanya. Hujan yang mengguyur sejak malam membuat air kali meluap hingga menutup satu-satunya akses menuju SD Malaworsai.
Mereka tahu, sepatu itu hanya akan basah, terendam, bahkan hanyut. Sudah bertahun-tahun, aktivitas belajar-mengajar di SD Malaworsai selalu bergantung pada kondisi alam. Sedikit saja hujan turun, maka sekolah otomatis lumpuh.
“Setiap kali hujan, air pasti naik. Anak-anak tidak bisa menyeberang, kami guru juga tidak bisa masuk mengajar,” ujar Ahaskya Paonganan, salah satu guru yang mengabdi di sekolah tersebut. Selesa (18/11/2025).
Di SD ini, terdapat 44 siswa, termasuk seorang siswi bernama Thyara Ramadani Abdul Karim. Setiap pagi, Thyara harus melepas sepatunya sebelum menyeberangi luapan kali. Seperti anak-anak lain, ia ingin berangkat sekolah dengan sepatu bersih, rapi, dan kering. Namun kondisi alam memaksa mereka terbiasa bersekolah tanpa alas kaki.
“Kita mau sekolah bagus, tapi air bikin kita basah semua. Sepatu tidak bisa dipakai, jadi terpaksa jalan tanpa sepatu,” tutur Thyara polos.
Di seberang sekolah juga berdiri kantor distrik. Artinya, luapan air kali ini bukan hanya mengganggu KBM, tetapi juga menghentikan pelayanan publik. Ketika air naik, guru, pegawai distrik, hingga masyarakat sama-sama tidak bisa melintas.
Guru senior, Bokihais Tuheteru, menegaskan bahwa kendala ini sudah dirasakan sejak lama, namun belum juga mendapat respons berarti dari pemerintah Kabupaten Tambrauw.
“Air naik ini bukan hal baru. Sudah lama kami alami. Tapi sampai sekarang belum ada jembatan, belum ada tanggapan serius. Kami kasihan anak-anak, mau belajar tapi terhalang kondisi seperti ini,” tegasnya.
Dalam sebuah video yang direkam warga, Ahaskya berbicara di pinggir kali dengan nada tulus namun kelelahan—gambaran jelas betapa sulitnya mereka mempertahankan proses belajar-mengajar.
Ketiadaan jembatan membuat risiko keselamatan anak-anak semakin besar. Murid-murid yang masih kecil harus menyeberangi arus yang kadang tiba-tiba meningkat. Beberapa kali warga melihat anak hampir terseret karena pijakan licin dan arus yang meninggi secara mendadak.
Orang tua murid, Ridwan Sangadji, mengatakan kebutuhan utama warga bukan bangunan mewah ataupun fasilitas canggih.
“Kalau ada jembatan, anak-anak bisa sekolah setiap hari. Tidak perlu buka sepatu lagi. Guru-guru tidak terjebak air. Itu saja harapan kami,” ujarnya.
SD Malaworsai sebenarnya memiliki potensi untuk berkembang. Para guru berdedikasi, siswa memiliki semangat tinggi, dan komunitas kampung mendukung penuh kegiatan sekolah. Namun akses yang sering terputus membuat kualitas pembelajaran tidak berjalan maksimal.
“Bagaimana mau bicara mutu pendidikan kalau menuju sekolah saja tidak aman?” keluh Iwan Sangadji, warga setempat.
Banyak jam pelajaran hilang. Guru tidak selalu bisa hadir tepat waktu. Anak-anak sering terlambat, bahkan tidak masuk sekolah karena takut menyeberang kali.
Di akhir rekaman yang beredar, Ahaskya menutup dengan suara yang bergetar menahan haru.
“Kesian anak-anak di Kampung Malaworsai mau belajar. Kami guru-guru juga terkendala mau pergi mengajar. Jadi kami mohon kepada pemerintah daerah, tolong lihat kami. Kami butuh jembatan.”
Harapan ini sederhana, namun sangat berarti. Jembatan bagi sebagian orang hanyalah infrastruktur kecil, tetapi bagi 44 siswa SD Malaworsai, jembatan adalah pintu menuju masa depan.
Selama akses tidak diperbaiki, pendidikan mereka akan terus dipermainkan cuaca. Selama jembatan tak dibangun, hak belajar mereka akan terus dirampas oleh banjir musiman.
Kini, masyarakat menunggu langkah konkret pemerintah daerah. Sebab, masa depan puluhan anak ini tidak boleh terus tenggelam oleh luapan Kali Kawar. (***)














