SORONG, sorongraya.co-Di balik lebatnya hutan mangrove yang menyelimuti pesisir, terpancar cahaya harapan baru dari sudut-sudut kehidupan masyarakat Kampung Waifoi. Di sinilah berdiri Saupon Adventure Village, sebuah kawasan wisata berbasis masyarakat yang dikelola oleh 23 anggota Kelompok Tani Hutan Waifoi.
Desa terpencil di jantung Teluk Mayalibit itu kini menjadi bukti nyata bahwa gotong royong dan kecintaan terhadap alam mampu mengubah wajah sebuah kampung.
Nama “Saupon”, yang berarti “dermaga terakhir” dalam bahasa leluhur, kini menjadi simbol harapan dan konservasi.
Suara burung-burung liar berpadu dengan desir ombak dan gemerisik daun mangrove. Rumah-rumah kayu sederhana di tepi hutan menjadi saksi bisu perjalanan panjang warga Waifoi menjaga alamnya.

Perlahan, keprihatinan itu menggugah hati Zakaria Gaman, Ketua Kelompok Tani Hutan Waifoi. Dengan tekad dan keyakinan, ia mengajak warga untuk berhenti menebang dan mulai melindungi hutan.
“Awalnya sulit sekali mengubah kebiasaan lama. Tapi saya yakin, kalau hutan rusak, kami juga akan kehilangan masa depan,” ujar Zakaria saat ditemui di Saupon Village, Senin (4/10/2025).
Perubahan besar dimulai ketika Zakaria dan kelompoknya mendirikan Saupon Homestay secara swadaya pada 2018. Melalui homestay ini, mereka mengalihkan kegiatan warga dari penebangan menjadi pengelola wisata berbasis alam dan budaya.
Fasilitasnya dulu sangat sederhana dapur hanya menggunakan tenda, dan perlengkapan seadanya.
Namun, semangat gotong royong membuat mereka terus maju. Bahkan, tamu pertama yang datang berasal dari Afrika.
Seiring waktu, bantuan datang dari berbagai pihak. Pertamina menyalurkan dana tunai untuk pengembangan homestay, termasuk pembangunan dapur yang lebih layak.

Bantuan tersebut merupakan bagian dari program Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) Pertamina untuk mendukung pengembangan ekonomi masyarakat pesisir.

Saputra.
Awal yang hanya memberikan bantuan pasih dalam bentuk lingkungan penanaman mangrove dan melihat perkembangan yang begitu bagus, Pertamina RU VII Kasiam akhirnya terus memberikan bantuan untuk mengembangkan Adventure Village Saupon.
Kini, Saupon Homestay berkembang menjadi destinasi wisata berkelanjutan dengan tarif sekitar Rp550.000 per orang per malam. Fasilitasnya meliputi perahu, speedboat, radio, dan HT untuk komunikasi.

Konsep petualangan yang diusung dinamai “Ridge to Reef”menyusuri keindahan dari punggung bukit hingga terumbu karang. Ada sepuluh atraksi wisata yang ditawarkan, di antaranya:
1. Menjelajahi satu kilometer vegetasi mangrove yang masih utuh.
2. Menyaksikan tarian penyambutan tradisional dan menerima cenderamata dari bahan daur ulang.
3. Memancing malam menggunakan alat tradisional.
4. Melihat proses pembuatan sagu (tokok sagu).
5. Mengunjungi keramba seluas dua hektar berisi teripang Sandfish (Holothuria scabra).
6. Mendaki Bukit Nok di pagi hari untuk menikmati matahari terbit.
7. Menyaksikan matahari terbenam di atas Teluk Mayalibit.
8. Menyusuri hutan submontana sambil mengamati burung endemik Papua.
9. Mengajar di sekolah desa selama 15 menit.
10. Menanam pohon sagu atau mangrove sebagai bagian dari terapi alam.

Sejak berdirinya homestay, penghasilan warga meningkat signifikan. Rata-rata, kelompok memperoleh sekitar Rp30 juta per bulan. Dana itu dibagi untuk anggota, sementara sebagian disimpan sebagai kas kelompok.
“Sekarang kami tidak lagi takut kehilangan hutan. Justru hutan yang memberi kami kehidupan,”ujar Zakaria.
Meski sudah berkembang, tantangan masih ada. Salah satunya adalah masalah listrik. Saat ini, homestay masih bergantung pada genset yang sering mengganggu kenyamanan tamu. Zakaria berharap ada dukungan energi terbarukan.
“Kami ingin ada panel surya agar homestay bisa benar-benar ramah lingkungan,” ujarnya.
Sayangnya, hingga kini bantuan dari Dinas Pariwisata belum juga datang.
Untuk menuju Saupon Homestay dari Pelabuhan Waisai, wisatawan dapat menempuh perjalanan menggunakan perahu longboat dengan biaya sekitar Rp4 jutaan pulang pergi (cukup bayar BBM Saja). Informasi transportasi biasanya menyebar dari mulut ke mulut antarwisatawan.
Menginap di Saupon Adventure Village adalah pengalaman yang tak terlupakan. Suara burung liar dan rimbun pepohonan menjadi orkestra alami. Setiap malam, tarian tradisional disajikan diiringi musik ukulele khas Waifoi.

Bagi yang ingin berkunjung, tarif perjalanan menggunakan speedboat berkisar antara Rp4,15 juta hingga Rp6 juta per orang, tergantung jumlah penumpang. Sedangkan dengan longboat, biayanya sekitar Rp2,8 juta hingga Rp4,5 juta per orang.
Kini, Saupon Homestay bukan hanya tempat singgah, tapi simbol perubahan. Dari dermaga terakhir yang dulu sepi, lahirlah harapan baru tentang harmoni antara manusia dan alam.

Di bawah langit senja Teluk Mayalibit, suara dayung perahu berpadu dengan kicau burung nuri. Di sinilah, di “dermaga terakhir” itu, masa depan Waifoi berlabuh.















