LifestyleMetro

Tim AKD Minta MK Uji Materi Sejumlah Pasal UU Otsus Soal Hak Politik OAP

×

Tim AKD Minta MK Uji Materi Sejumlah Pasal UU Otsus Soal Hak Politik OAP

Sebarkan artikel ini
Sejumlah pasal di dalam Undang-Undang Otonomi Khusus (Otsus) di gugat ke Mahkamah Konstitusi oleh Tim Advokasi Konstitusi dan Demokrasi.

SORONG,sorongraya.co- Tim Advokasi Konstitusi dan Demokrasi mengajukan permohonan Uji Meteriil terhadap Pasal 12 dan Pasal 13 UU Nomor 21 Tahun 2001, Pasal 1 Ayat (22), Pasal 6A, Pasal 20 Ayat (1), Pasal 20 Ayat (1) Huruf a, Pasal 28 Ayat (3) dan Ayat (4) UU Nomor 2 Tahun 2021 ke Mahkamah Konstitusi, Senin, 15 Juli 2024.

Koordinator Tim Advokasi Konstitusi dan Demokrasi, Amus Yanto Ijie menegaskan ada beberapa pasal di dalam UU Nomor 2 Tahun 2021 telah menghilangkan hak konstitusional Orang Asli Papua (OAP), khususnya para penggugat untuk dipilih dan memilih.

Ketua Tim Advokasi Konstitusi dan Demokrasi yang juga Ketua Umum Fopera Papua Barat Daya, Amus Yanto Ijie.

” Pasal-pasal ini berpotensi menghilangkan hak konstitusional Orang Asli Papua (OAP) untuk dapat mengisi jabatan eksekutif dan legislatif di tanah Papua dan menjalankan pemerintahannya sendiri,” tegasnya.

Yanto menyebut bahwa pada pasal 1 ayat 22 uu nomor 02 tahun 2021 terdapat frasa yang bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum.

” Frasa OAP adalah orang yang berasal dari rumpun ras Melanesia yang terdiri atas suku-suku asli Provinsi Papua dan/atau orang yang diterima dan diakui sebagai Orang Asli Papua oleh Masyarakat Adat Papu seharusnya dibaca: “Orang Asli Papua adalah orang yang berasal dari rumpun ras Melanesia yang terdiri dari Suku-Suku Asli Papua di Provinsi Papua,” ujarnya.

Lebih lanjut Yanto membeberkan, ketentuan pasal 6A uu nomor 2 tahun 2021 juga tidak sejalan dengan prinsip otonomi khusus Papua. Dimana ketentuan pasal 6A masih memberikan kewenangan terlalu besar pada partai politik (di pusat) untuk menentukan pimpinan DPRP maupun DPRK di wilayah Papua.

Membedakan antara pemerintahan daerah DPRD atau nama lain seperti DPRP dan DPRK di Papua dengan Gubernur-Wakil Gubernur, Bupati-Wakil Bupati dan Wali Kota-Wakil Wali Kota adalah inkonstitusional. Karena kedua lembaga itu menjalankan pemerintahan daerah secara bersama-sama.

” Kalau ketentuan pasal 12 uu nomor 2 tahun 2021 mengatur tentang kekhususan OAP menjadi Gubenur-Wakil Gubernur, maka logis dan beralasan bahwa Bupati-Wakil Bupati, Wali Kota-Wakil Wali Kota dan pimpinan DPRP dan DPRK harusnya juga berasal dari OAP.Harus ditambah pasal 6B diantara pasal 6A dengan pasal 7 selengkapnya dibaca berbunyi “pimpinan DPRP/K adalah Orang Asli Papua yang berasal dari partai politik pemenang pemilu sesuai ketentuan perundang-undangan,” ungkap Yanto.

Alumnus USTJ itu mengaku bahwa pasal 20 ayat (1) dan Pasal 28 ayat (4) UU 2/2021 terdapat ketentuan multitafsir yang membatasi tugas dan kewenangan Majelis Rakyat Papua (MRP).

Ketentuan pasal 20 ayat 1 huruf a menyebutkan MRP mempunyai tugas dan wewenang memberikan pertimbangan dan persetujuan terhadap bakal calon Gubernur dan Wakil Gubernur.

” Seharusnya MRP sebagai lembaga representasi kultural orang asli Papua dari berbagai daerah kabupaten/kota juga memiliki tugas dan kewenangan untuk memberikan pertimbangan dan persetujuan terhadap calon bupati/wakil bupati dan wali kota-wakil wali kota serta pimpinan DPRP Provinsi dan DPRK kabupaten/kota,” ujar Yanto.

Ia pun berpandangan, secara politik, MRP harus memiliki wewenang untuk memberikan pertimbangan dan persetujuan terhadap calon anggota DPR RI, calon anggota DPR RI, calon anggota DPR Provinsi dan calon DPRD Kabupaten/Kota yang diusulkan oleh partai politik dan penyelenggara pemilu.

Yanto, optimis MK menerima permohonan uji materiil atau judisial review UU Otsus Papua ini. Upaya ini tidak lepas dari perjuangan tim advokasi konstitusi dan demokrasi dalam membela hak-hak konstitusional OAP.

Menurutnya, keterwakilan OAP di lembaga perwakilan rakyat pusat dan daerah sebagai masalah penting sebelum diintroduksinya uu nomor 21 tahun 2001.

Minimnya keterwakilan OAP di lembaga perwakilan rakyat berpotensi pada ancaman disintegrasi bangsa.

” Masalah dasar Papua tidak atau kurang terangkat, dan OAP tidak atau kurang terlibat dalam pengambilan keputusan politik tingkat lokal dan nasional,” tegasnya.

Yanto justru menekankan, untuk mengangkat harkat dan martabat OAP agar tidak menimbulkan masalah disintegrasi bangsa, OAP harus diberikan porsi lebih duduk dalam pemerintahan legisltif, terutama Fraksi Otsus.

” Lahirnya nomenklatur baru DPRP dan DPRK tidak mungkin akan merubah taraf hidup OAP sebab ondisi obyektif menunjukkan bahwa DPRP yang diangkat dan duduk di Fraksi Otsus di provinsi sesuai ketentuan UU Otsus maupun yang duduk dalam DPRK yang diangkat tidak menyelesaikan masalah,” tandasnya.

Yanto menilai, ketika dibuat studi komparasi pengambilan keputusan di DPRP dan DPRK di daerah kabupaten/kota yang masyarakatnya heterogen pasti OAP akan kalah dalam proses demokrasi. Ketentuan 80% : 20% hanya retorika belaka dan menjadi pemicu konflik di daerah karena tidak diatur dalam regulasi daerah.

Ia juga menegaskan, memprerjuangakan konstitusi politik OAP bukan merupakan olitik identitas melainkan membantu pemerintah dan negara memberikan rasa keadailan bagi OAP sesuai uu nomor 21 tahun 2001 jo uu nomor 02 tahun 2021 tentang otsus di tanah Papua agar 20 tahun yang akan datang, tepatnya tahun 2041 evaluasi otsus jilid II jangan lagi timbulkan riak-riak bahwa otsus telah gagal.

” Sesungguhnya otsus telah menyentuh rakyat masyarat Papua hanya saja penyelenggara negara dalam implememtasinya sering membelokan Filosofi Otsus yaitu Perlindungan, Afirmasi, keberpihakan kepada OAP

Example 120x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.