SORONG, sorongraya.co – Sidang lanjutan pengangkutan kayu ilegal dengan terdakwa Nurdin dan Sudirman kembali digelar di PN Sorong, Kamis 04 Juni 2020. Dalam sidang yang dipimpin hakim Willem Marco Erari, Jaksa Penuntut Umum menghadirkan saksi Albert Palangka, ASN Kementrian Kehutanan dan Lingkungan Hidup dan bos PT Cipta Bangun Mandiri.
Saksi Albert Palangka menerangkan seputar prosedur administrasi pengangkutan kayu dari satu daerah ke daerah lain, yang masih dalam satu wilayah. Saksi yang telah berdinas di Kementrian Kehutanan dan Lingkungan Hidup Provinsi Papua Barat selama 20 tahun ini membenarkan bahwa pihaknya yang melakukan penangkapan terhadap terdakwa Nurdin dan Sudirman saat melakukan pengangkitan kayu dari Kampung Kalwal Distrik Salawati Barat, Kabupaten Raja Ampat menuju Kampung Dulbatan Distrik Salawati Selatan, Kabupaten Sorong.
Saksi menyebutkan bahwa berdasarkan keterangan terdakwa Nurdin dan Sudirman saat menjalani pemeriksaan bahwa saudara Felix Wiliyanto adalah pemilik industri pengolahan kayu, PT Cipta Bangun Mandiri.
Dalam penangkapan tersebut, kami hanya menanyakan kepada terdakwa terkait legalitas kayu yang ada di atas kapal KM Sinar Mulia 03. Sementara proses selanjutnya merupakan kewenangan penyidik. Sepegetahuan saksi, apabila dokumen PSDH DR tidak ada maka tidak boleh diterbitkannya SKSHH. Dan mengenai dokumen PSDH DR, kedua terdakwa tidak dapat menunjukannya.
Semua keterangan saksi dibantah oleh terdakwa Nurdin dan Sudirman. Menurut kedua terdakwa bahwa semua keterangan saksi sama sekali tidak benar.
Sementara saksi Felix Wiliyanto, Bos PT Cipta Bangun Mandiri, kayu yang dimuat terdakwa ditangkap saat berada di perbatasan antara kabupaten Sorong dengan kabupaten Raja Ampat. Kayu yang diangkut kapal KM Sinar Mulia 03 berjenis merbau, sebanyak 103 kubik.
Di persidangan, Felix mengaku memberikan uang Rp 20 juta kepada terdakwa untuk biaya operasional. Pembayaran biaya operasional dilakukan di rumah saksi. Mengenai kewajiban kepada negara, Felix juga mengaku telah memberitahukan kepada terdakwa Nurdin. Pemberitahuan itu sudahi saya sampaikan beberapa kali kepada terdakwa.
“Saya memberikan uang Rp 3,8 juta kepada terdakwa untuk setiap satu kubik kayu yang diangkut. Nah, proses pengangkutannya sendiri sudah dilakukan dua kali,” terang saksi.
Saksi lebih lanjut menjelaskan, soal dokumen, cukup dengan nota angkut, kayu yang ada sudah bisa diangkut. Setelah PSDH DR dibayarkan barulah diterbitkan dokumen SKSHH. Namun, dokumen tersebut dikeluarkan pengangkutan kayu dilakukan antar pulau. Izin pengolahan kayu yang dimiliki saksi untuk kampung Dulbatan sebanyak 5.950 kubik, sedangkan di kampung Kalwal sebanyak 4.000 kubik lebih.
Di persidangan, saksi Felix menunjukan nota angkut kayu, dengan jumlah 114.1616 kubik. Baru satu kali pengangkutan langsung ditangkap oleh kementrian LHK. Masih ada sekian kubik lagi yang tersisa dan belum diangkut.
Sementara dokumen kayu lainnya yang berkaitan dengan perkara ini bisa saya tunjukan. Hanya saja saya lupa membawanya. Saksi mengaku telah membayar provisi kepada pemilik kayu maupun pemilik hak ulayat karena itu merupakan syarat diterbitkannya PSDH DR. Biaya operasioal sebesar 20 juta itu diluar daripada provisi kepada pemilik hak ulayat.
Diakui saksi bahwa nota angkutan kayu sudah ada, kalaupun saat pemeriksaan seperti yang disampaikan oleh saksi Albert Palangka tidak ada karena orang yang ditugaskan membawa nota angkut, Hans Kondjol tiba-tiba mengalami musibah.
Terdakwa menerangkan, terdakwa Nurdin bertugas mengubah kayu bulat ke kayu olahan lalu mengakut kayu dari kampung Kalwal ke kampung Dulbatan. Benar bahwa saksi pernah mengakut kayu dari Kalwal ke Dulbatan menggunakan kapal jolor beberapa kali, itupun sudah dilengkapi dengan dokumen.
Mengenai keterangan saksi Felix Wikiyanto dibenarkan oleh terdakwa Nurdin dan Sudirman. Sidang yang dihadiri Tim Penasihat Hukum terdakwa, serta jaksa penuntut umum, Haris Suhud Tomia pun ditunda hingga Selasa pekan depan, dengan agenda mendengar keterangan ahli dari JPU. [jun]