MANOKWARI. sorongraya.co – Kelompok Masyarakat Hirouki Membangun keluhkan sikap Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Manokwari yang secara sepihak memerintahkan 152 Kepala Keluarga (KK) untuk mengosongkan Hunian Sementara (HUNTARA) yang berlokasi di Kampung Susweni, Distrik Manokwari Timur.
Ketua Kelompok Masyarakat Hirouki Membangun Agus Rumbekwan mengatakan, Hunian Sementara ini dibangun sejak tahun 2016 lalu, diperuntukan kepada para korban kebakaran yang terjadi di Kompleks Borobudur, Kelurahan Padarni, kabupaten Manokwari, namun hingga dua Tahun delapan Bulan para korban kebakaran tidak menempati tempat yang telah disiapkan oleh Pemerintah Daerah dengan alasan bahwa tidak layak untuk dihuni.
“Tahun 2017 pihaknya telah melakukan pertemuan dengan masyarakat korban kebakaran sebanyak 3 kali untuk meminta mereka tempati HUNTARA, namun mereka menolak dengan alasan Pemerintah Daerah harus melakukan ganti rugi rumah yang terbakar dulu, barulah mereka bisa pindah,” ungkap Agus.
Hnian yang dibangun pada tahun 2016 lalu itu sebanyak 20 barak, satu unit dapur umum serta satu unit tempat penyimpanan Bahan Makanan (Bama) dengan alokasi dana kurang lebih Rp 4 milyar rupiah.
Sayangnya asset pemerintah ini rusak berat karena tidak ditempati bahkan tidak mendapat perhatian dari pemerintah daerah. “Karena rasa peduli dengan asset yang ditinggalkan terbekalai, maka sebagai Ketua RT saya mengambil kebijakan lain untuk memasukan masyarakat asli papua yang sejauh ini tidak mempunyai rumah layak huni,” pungkasnya.
Agus akui bahwa secara birokrasi pihaknya memang salah dalam peruntukan tempati HUNTARA, namun hal lain yang perlu diperhatikan adalah 65 KK yang saat ini menempati tempat itu adalah orang asli papua yang tidak mempunyai rumah layak huni dengan mata pencaharian sebagai petani, buruh bagasi, ojek dan bahkan ada pula yang tidak mempunyai pekerjaan.
“Masyarakat yang saat ini tempati HUNTARA adalah orang asli papua yang sejauh ini tidak mendapat perhatian pemerintah. Rata – rata dari mereka adalah masyarakat yang berdomisili di wilayah Sanggeng, Airkuki, Wirsi dan Arowi yang satu rumah bisa ditempati oleh 3 – 4 Kepala Keluarga. Secara manusiawi apa salahnya kami menempatkan mereka pada HUNTARA yang ditinggalkan terbengkalai,” tutur Rumbekwan.
Dia mengatakan, yang lebih mengecewakan lagi setelah mereka tempati HUNTARA yang ditinggalkan terbengkalai, belum lama ini beberapa anggota BPBD Manokwari datang ke lokasi untuk mengusir masyarakat yang sementara waktu tempati HUNTARA. Selaian itu pula ada surat intruksi dari Bupati Manokwari dengan Nomor 188.5/82 Tanggal 29 Januari 2018 untuk segera mengosongkan HUNTARA dengan batas waktu pengosongan Hunian Sementara 1 minggu.
Secara lisan maupun tertulis memang benar, tidak ada pemberitahuan kepada pihak BPBD maupun Pemerintah Daerah bahwa HUNTARA ini telah ditempati masyarakat lain, namun disisi lain sudah dua tahun delapan bulan para korban kebakaran tidak ada inisiatif baik untuk menempati HUNTARA dengan alasan yang berbelit – belit.
“Masyarakat yang saat ini menempati HUNTARA secara tidak langsung adalah orang asli papua yang sebenarnya perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah, karena tidak mempunyai rumah layak huni, bukan korban kebakaran yang nota benenya bukan orang asli papua dan parahnya lagi tidak menghargai asset pemerintah yang dibangun dengan alokasi dana 4 milyard lebih” jelasnya.
Agus berharap kepada Pemerintah Daerah baik itu Provinsi dan Kabupaten Manokwari untuk dapat memperhatikan masyarakat yang saat ini menempati HUNTARA di Kampung Susweni, karena mereka merupakan orang asli papua yang selayaknya perlu mendapat bantuan serta perhatian serius dari Pemerintah Daerah. [red]