Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
MetroTanah Papua

Pemimpin Masyarakat Adat Suku Wambon Kenemopte dan Afsya Papua Minta Menteri Kukuhkan 10 Hutan Adat

×

Pemimpin Masyarakat Adat Suku Wambon Kenemopte dan Afsya Papua Minta Menteri Kukuhkan 10 Hutan Adat

Sebarkan artikel ini

SORONG,sorongraya.co- Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada tahun 2022 lalu telah menetapkan tujuh hutan adat di Papua bukanlah hutan negara.

Tujuh hutan adat itu antara lain enam hutan adat yang ada di Jayapura, yakni hutan adat atas nama marga Syuglue Woi Yensu seluas 14.602,92 ha, Yano Akura seluas 2.177,18 ha, Yano Meyu 411,15 ha, Yosu Desoyo 3.392,97 ha, Yano Way 2.593,74 dan Takwobleng seluas 404,9 ha.

Sementara satu hutan adat lainnya milik marga Ogoney seluas 16.299 ha berada di Kabupaten Teluk Bintuni, Provinsi Papua Barat.

Dialog antara masyarakat adat, tokoh perempuan, tokoh pemuda dan sejumlah pemangku kepentingan di Ditjen PSKL KLHK.

Surat Keputusan (SK) hutan adat Papua dan Papua Barat yang dikeluarkan pemerintah ini yang pertama kali semenjak adanya putusan Mahkamah Konstitusi (2012) bahwa hutan adat bukan hutan negara,” kata Franky Samerante melalui rilis yang disampaikan semalam.

Perempuan Adat Namblong asal Lembah Grime Nawa, Kabupaten Jayapura, Regina Bay mengatakan, pengakuan hutan adat terjadi hanya pada Kongres AMAN saja, setelah itu tidak ada. Hak kami tidak dihormati dan tidak dilindungi, hutan adat dicuri dan digusur.

” Kami kesulitan air bersih, kesulitan pangan dan terjadi konflik antara masyarakat yang pro dan kontra perusahaan,” ujarnya, Rabu lalu.

Perempuan asli Papua yang biasa dipanggil Mama Regina ini bersama pemimpin masyarakat adat yang berasal dari suku Afsya Kabupaten Sorong Selatan, suku Moi Klin Kabupaten Sorong, suku Wambon Kenemopte Distrik Subur dan Distrik Jair, suku Awyu Kabupaten Boven Digeol dan pemimpin organisasi pemuda adat Sorong, lerempuan adat Namblong Jayapura bersama Yayasan Pusaka Bentala Rakyat bertemu dan berdialog dengan Dirjen Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (Ditjen PSKL) di ruang pertemuan PSKL KLHK, Manggala Wanabakti, Jakarta.

Dalam dialog tersebut perempuan adat Tehit Sorong Selatan, Irene Thesia menyampaikan, kami menyambut baik komitmen pemerintah nasional dan daerah melakukan evaluasi perizinan usaha pemanfaatan sumber daya alam.

Menurutnya, Menteri Lingkungan Hidup telah menerbitkan SK.01/MENLHK/KUM.1/1/2022 tentang Pencabutan Izin Konsesi Kawasan Hutan dan mencabut sekitar 55 izin usaha perkebunan, pengusahaan hasil hutan dan hutan tanaman industri di Papua.

Namun, upaya penertiban perizinan belum diikuti dengan pemulihan dan pengembalian hak masyarakat adat Papua yang dialihkan secara paksa dan diambil tanpa persetujuan bebas masyarakat adat,” bebernya.

Di sisi lain perkiraan total kawasan hutan yang telah dialihkan kepada 59 perusahaan perkebunan dan hutan tanaman industri (HTI) seluas 2.061.538 hektar.

Hutan yang hilang dan telah dibuka untuk bisnis perkebunan dan HTI seluas 120.255 hektar, maka kawasan hutan pada areal konsesi yang masih tersisa seluas 1.948.283 hektar.

Kawasan hutan dimaksud berada dalam wilayah adat dan masih dalam penguasaan masyarakat adat.

” Kami minta tanah dan hutan adat bekas konsesi perusahaan, yang dikuasai perusahaan tanpa persetujuan atau kesepakatan dengan masyarakat untuk dikembalikan kepada masyarakat. Kami akan kelola sendiri hutan adat,” kata Yulian Kareth.

Dalam konteks restitusi Hak Asasi Manusia, idealnya hak masyarakat adat yang hilang, yang dirampas dan mengakibatkan penderitaan dan kerugian, seharusnya pemerintah mengembalikan dan memulihkan kerugian masyarakat adat.

Sepuluh Sub Suku Yang Ada Di Papua Mendapat Pengakuan Hutan Adat.

Semua peserta yang hadir dalam dialog di Ditjen PSKL meminta pemerintah untuk segera mengembalikan hutan adat. Kuasa maupun pengelolaan dan pemanfaatannya dilakukan oleh masyarakat adat.

Dialog yang dipimpin Sekretaris Ditjen PSKL, Mahfudz dan menghadirkan Direktur Penanganan Konflik, Tenurial dan Hutan Adat (PKTHA), Muhammad Said dan Kepala Sub Direktorat Pengakuan Hutan Adat dan Perlindungan Kearifan Lokal , Yuli Prasetyo Nugroho berlangsung hangat dan membahas isu permasalahan dampak dari aktivitas perusahaan terhadap masyarakat adat dan lingkungan.

Pada kesempatan itu pemimpin marga dan suku menyerahkan surat permohonan penetapan hutan adat yang dilengkapi dokumen persyaratan, yakni sejarah masyarakat pengetahuan penguasaan dan kepemilikan tanah, sejarah silsilah masyarakat adat, gambaran wilayah adat yang diklaim dan peta adat yang memuat batas tanah adat, peta wilayah adat dan/atau hutan adat, pengaturan dan kelembagaan adat, berita acara kesepakatan batas tanah adat, dan dokumen Perda tentang Pengakuan dan Perlindungan Hak Masyarakat Adat.

Masyarakat adat Papua sambut baik pengakuan hutan adat yang diberikan pemerintah.

Ada 10 usulan hutan adat yang disampaikan perwakilan dan pemimpin masyarakat adat, sebagai berikut (1) Sub Suku Afsya di Distrik Konda, Kabupaten Sorong Selatan, (2) Marga Kinggo Kambenap, Suku Wambon Kenemopte, Distrik Jair, seluas 5.100 hektar, (3) Marga Tenggare, Suku Wambon Kenemopte, Distrik Jair, seluas 3.000 hektar, (4) Marga Aute, Suku Wambon Kenemopte, Distrik Subur, seluas 15.343 ha, (5) Marga Kanduga, Suku Wambon Kenemopte, Distrik Subur, seluas 14.105 ha, (6) Marga Ekoki di Kampung Aiwat, Suku Wambon Kenemopte, Distrik Subur, seluas 61.304 ha, (7) Marga Ekoki di Kampung Subur, Suku Wambon Kenemopte, Distrik Subur, seluas 41.222 ha, (8) Marga Kemi, Suku Wambon Kenemopte, Distrik Subur, seluas 48.901 ha, (9) Marga Eninggugop, Suku Wambon Kenemopte, Distrik Subur, seluas 30.228 ha, (10) Marga Wauk, Suku Wambon Kenemopte, Distrik Subur, seluas 20.149 ha.

” Bapak kami mohon untuk disegerakan penetapan hutan adat di wilayah adat Suku Afsya. Wilayah adat kami sempit karenanya kami menolak perusahaan yang mendapat izin kehutanan,” kata tokoh masyarakat adat Afsya, Johanis Meres. kepada Direktur PTKHA.

Permintaan Johanis Meres itupun langsung dijawab oleh Direktur PKTHA, Muhammad Said bahwa pemerintah sedang memproses 50 usulan hutan adat dan menjadi prioritas untuk ditetapkan pada 2023, diantaranya ada delapan lokasi hutan adat berada di Papua.

[IT_EPOLL_VOTING id="34102"]
Example 120x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.